Senin, 08 April 2013

Perekayasaan Teknologi Budidaya


KAJIAN PENDAHULUAN BUDIDAYA UDANG WINDU SEMI INTENSIF SALINITAS RENDAH

Oleh : Anggoro Prihutomo, S.Pi*

*Perekayasa pada BLUPPB Karawang


Pendahuluan
Merebaknya serangan viral maupun bakteri merupakan interaksi yang sangat komplek antara inang, penyakit dan lingkungan. Manipulasi lingkungan budidaya menjadi salah satu langkah dalam memutus interaksi yang merugikan dari tiga faktor tadi. Dimana harapanya penyakit wssv dan lumbac tidak mewabah selama kegiatan budidaya berlangsung. Beberapa manipulasi dari beberapa laporan literatur yang bisa dijadikan acuan atau rujukan dalam
mencegah serangan virus dan bakteria (lumbac) adalah budidaya udang windu pada salinitas rendah < 15 ppt, sedikit ganti air (low – discharge culture system), sistem greenwater dalam budidaya, penggunaan desinfektan dalam treatment air media, aplikasi probiotik, seleksi benih yang ketat, penerapan biosecurity, budidaya terintegrasi dengan tilapia dan penurunan padat tebar. Manipulasi lingkungan budidaya diperlukan untuk mencegah serangan WSSV dan vibriosis pada budidaya udang windu. Budidaya udang windu pada salinitas rendah < 15 ppt, sedikit ganti air (low – discharge culture system), sistem greenwater, penggunaan desinfektan, aplikasi probiotik, penerapan biosecurity, penggunaan biocontrol dan biomanipulator, merupakan langkah manipulasi lingkungan yang dilakukan dalam kegiatan ini.


Selama ini budidaya udang windu pada salinitas rendah hanya sebatas secara tradisional dengan hasil produksi yang relatif kecil. Peningkatan padat tebar dengan teknologi semi intensif pada budidaya udang windu salinitas rendah dengan beberapa pendekatan di atas diharapkan mampu meningkatkan produksi budidaya udang windu.

Materi dan Metode
Kegiatan dilakukan pada pada blok J petak L, BLUPPB Karawang sebanyak 4 petak dengan luasan masing – masing petak 1000 m2. Dua petak digunakan sebagai petak pemeliharaan dan 2 petak sebagai petak treatment atau tandon. Desain model dapat dilihat pada layout gambar berikut:

Persiapan lahan dilakukan dengan cara pengeringan, perbaikan pematang, perbaikan inlet dan outlet, disenfeksi dengan penyiraman larutan kaporit, dan pengapuran. Pemberian kapur adalah = 2 ton / ha. Kapur yang digunakan adalah CaCO3. Selanjutnya adalah pemasangan saringan inlet dan outlet. Saringan inlet dipasang saringan rangkap tiga dengan lapisan pertama saringan hitam (4000 mikron), kemudian saringan hijau (1000 mikron) dan saringan putih (300 mikron) pada lapisan luarnya. Pada outlet dipasang saringan hitam yang dilapisi saringan hijau. Pengisian air baik pada tandon maupun pada petak pemeliharaan secara maksimal sesuai kemampuan kolam atau tambak.

Biosecurity merupakan langkah dalam mencegah masuknya penyakit kedalam sistem budidaya udang dgn mencegah adanya carrier / pembawa penyakit. Pada kegiatan ini biosecurity yang diterapkan adalah dengan meminimalisir lalu lintas orang dan mencegah jenis- jenis crustacea liar masuk ke dalam sistem dengan pemasangan pagar plastik sekeliling kolam (CPD), setinggi 40 cm, pemasangan screen/saringan 300 dan 1000 mincron, dan sterilisasi tandon dengan crustaside.

Persiapan air tambak pembesaran meliputi langkah sebagai berikut:
1.  Pengisian air (kolam budidaya dan tandon) hingga maksimal sesuai kapasitas tambak (100 – 80 cm). Sumber air payau berasal dari saluran primer dan air tawar berasal dari sungai Ciwadas.
2.  Sterilisasi air : merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk mensterilkan tambak dari bibit penyakit yang terdiri dari inang, carrier maupun predator dalam kolam dengan menggunakan bahan kimia. Sterilisasi dalam satu sistem (tambak budidaya, tandon dan out let) dilakukan dalam waktu yang hampir bersamaan dan dimulai dari tempat yang lebih tinggi.

Tahap-tahap Sterilisasi air :
o   Aplikasi Bestacin 1 ppm. (hari ke 1) untuk membunuh udang liar & kepiting, 10 ltr/ha.
o   Aplikasi Kuprisulfat (hari ke 2) (dosis = (alk total/100)+0.5 ppm.) Untuk membunuh trisipan / tritip /molusca
o   Aplikasi Kaporit 30 ppm produk (hari ke 3). Untuk membunuh free living virus, & vibrio
o   Aplikasi Saponin 15 - 20 ppm. (situasional /hari 4) Untuk membunuh ikan liar, 150 -200 kg/ha.

Untuk efisiensi, aplikasi kaporit hanya dilakukan pada persiapan air saja, tahap selanjutnya treatment air tandon hanya menggunakan crustasida.

3.  Pembentukan air

Merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk menumbuhkan plankton (zoo dan phyto) dengan jumlah tertentu serta menkondisikan kualitas air tambak agar memenuhi syarat-syarat teknis yang dibutuhkan sebelum dilakukan penebaran benur. Tindakan yang dilakukan adalah pemupukan dengan pupuk organik yang dibuat sendiri dengan cara fermentasi (peragian): Dosis pemberian fermentasi adalah setiap 2 hari sekali, sampai tumbuh plankton dan terbentuk warna air.
Bahan Fermentasi per hektar antara lain : Tetes/gula 1 lt, katul 10 kg, saponen 10 kg, ragi tape/roti 150 gr, direndam dalam air tawar, 24-36 jam, tanpa aerasi.

4. Bioassay

Merupakan suatu kegiatan untuk menguji kualitas air apakah sudah netral dari residu bahan sterilisasi dan siap dilakukan penebaran benur. Cara Bioassay : Delapan hari setelah sterilisasi kaporit 30 ppm, ambil sampel air setiap petak untuk dicek dilaboratorium (cek lengkap). Ambil air dalam timba dari masing-masing petak, masukkan 25 ekor benur sehat kedalam air tersebut. Amati setelah 12 jam, air disebut aman ditebari jika SR > 95%. Biomanipulator dalam hal ini adalah ikan yang ditebar atau dipelihara pada petak tandon. Biomanipulator yang digunakan adalah ikan kakap putih (sea bass) dan ikan nila (Tilapia). Ikan Kakap putih ditebar pada petak tandon pertama dengan kepadatan 100 ekor. Ikan nila ditebar pada petak tandon kedua dengan kepadatan 1 ekor/m size 50. Benih udang yang baru datang dari hatchery langsung ditebar pada bak pendederan untuk adaptasi salinitas mendekati tawar (sesuai tujuan). Penebaran di tambak dilakukan dengan standar penebaran yang melalui proses adaptasi terlebih dahulu.

Manajemen penggantian air pada petak pemeliharaan dilakukan sebagai berikut:
§  Pergantian air berasal dari air tandon yang telah siap pakai
§  Air yang masuk tandon kedua harus selalu melalui proses desinfeksi menggunakan crustaside bestacin 1,5 ppm
§  Program ganti air

UMUR
ganti air per hari (%)
< 60 hari
penambahan saja mengganti penguapan/porous/ siphon
> 60 hari
5-10 % (sirkulasi flow through

Air yang digunakan untuk penambahan dan ganti air berasal dari sungai ciwadas yang bersalinitas rendah (3 ppt), sehingga seiring dengan penggantian air terjadi penurunan salinitas media secara gradual. Aerasi tambak menggunakan kincir tunggal (Paddle wheel) dengan jumlah 1 HP atau 1 kincir tiap petak. Jumlah Hp Kincir adalah kapasitas maksimal biomas udang yang bisa didukung oleh 1 HP Kincir. Pedoman : 1 HP Kincir untuk biomas 300 kg udang (saat panen). Setting kincir dengan pemasangan kincir, sehingga berpengaruh terhadap arah arus air. Arah kincir diatur untuk menghasilkan arus air yang merata sehingga meminimalisir titik mati pada tambak dan kotoran terakumulasi pada titik yang diharapkan. Opearsional kincir adalah sebagai berikut :

UMUR (Hari)
SIANG
MALAM
Sterilisasi air
09.00 – 14.00

Pembentukan plankton
07.30 – 16.00

1 - 30

21.00 – 07.00
31 - panen

17.00 – 07.00

Manajemen plankton dilakukan dengan tujuan populasi plankton yang diinginkan (green water) tetap stabil. Disamping aplikasi fermentasi, aplikasi pupuk anorganik jenis ZA dan pupuk formulasi dilakukan sebagai pemupukan susulan dengan dosis 1 – 5 ppm pada petak pemeliharaan. Aplikasi probiotik dilakukan untuk menjaga kualitas lingkungan terutama dalam menekan pertumbuhan patogenik bakteri dan dekomposisi bahan organik. Program aplikasi probiotik dilakukan dengan fermentasi pada fase persiapan air dan awal penebaran dan probiotik amonifikasi dan jenis phototroph dengan aplikasi 0,5- 1 ppm setiap 1 minggu sekali.

Selama pemeliharaan pH media yang diinginkan adalah 7,5 – 8,5 dengan fluktuasi harian tidak boleh lebih dari 0,5. Untuk mendapatkan nilai optimal tersebut aplikasi CaCO3, Ca(OH)2, CaMgCO3 sebanyak 2- 5 ppm/hari dilakukan. Disamping untuk mensuplai mineral Calsium maupun Magnesium yang kurang pada budidaya salinitas rendah. Penambahan makromineral lain seperti K, Si juga diaplikasikan (pupuk formulasi komersiil) dengan dosis 0,25 ppm/ minggu.

Manajemen pakan dilakukan untuk efisiensi pakan akan tetapi tetap menghasilkan pertumbuhan sesuai dengan sasaran kegiatan. Pakan yang digunakan adalah pakan udang windu dengan protein 36 - 40%. Program pakan dimulai secara blind feeding dengan pemberian awal 1 kg pakan untuk 100.000 udang dengan kenaikan 200 – 600 gram/hari. Manajemen pakan setelah umur 30 hari hingga panen manajemen pakan dilakukan berdasarkan hasil sampling setiap 10 hari sekali dan kontrol ancho (feeding tray). Program pakan berdasarkan berat tubuh udang :


Shrimp Live Body Weight (g
Recommended Feeding Rate (% body weight/day)
2 – 3
8.0 - 7.0
3 – 5
7.0 - 5.5
5 – 10
5.5 - 4.5
10 – 15
4.5 - 3.8
15 – 20
3.8 - 3.2
20 – 25
3.2 - 2.9
25 – 30
2.9 - 2.5
30 – 35
2.5 - 2.3
35 - 40
2.3 - 2.1

Pemanenan dilakukan secara total pada usia pemeliharaan 119 hari dalam waktu yang singkat dengan penjaringan dan pengeringan tambak.

Hasil Parekayasaan
Selama pemeliharaan meski dilakukan perlakuan yang sama, akan tetapi terdapat perbedaan performance baik nilai sintasan dan pertumbuhan udang windu dari dua petak tersebut. Petak pertama (L3) terlihat lebih rendah baik pertumbuhan dan nilai sintasannya dibandingkan petak kedua (L4). Berikut data hasil produksi yang dihasilkan dari kedua petak pemeliharaan.

Tabel. Peformance produksi udang windu

Petak
Luas petakan
densitas (ekor/m2)
Jml tebar (ekor
Produksi




DOC (hari)
SR (%)
Biomass (Kg)
MBW (gr)
Tot. Pakan (Kg)
FCR
Prod/ha (Kg)
L3
1000
15
15.000
119
50
203,4
27
341
1,83
2.034
L4
1000
15
15.000
119
60
285,6
31,3
535,0
1,9
2.856

Pertumbuhan udang selama pemeliharaan hingga umur pemeliharaan 100 hari dapat dikatakan menunjukkan performance yang baik, bahkan diatas pertumbuhan yang normal. Petak L4 yang mempunyai nilai SR yang lebih tinggi juga menunjukkan trend pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan petak L3. Akan tetapi pada usia pemeliharaan diatas 100 hari hingga panen pertumbuhan udang terlihat stagnan. Pada kedua petak pemeliharaan masih terlihat adanya jambret atau mysid yang lolos dari treatment crustaside di tandon. Jambret tumbuh dengan kelimpahan yang tinggi pada petak L4. Tingginya kelimpahan jambret ini menjadi pakan alami bagi udang windu pada petak L4.

Nilai rasio konversi pakan atau FCR pada akhir pemeliharaan pada kedua petak cukup tinggi (1,8 – 1,9). Akan tetapi tingginya nilai FCR tidak terjadi pada umur pemeliharaan dibawah 100 hari. Pada umur pemeliharaan 100 hari dimana pertumbuhan terlihat tidak signifikan lagi terlihat diiringi dengan kenaikan nilai FCR. Kualitas air sebelum penebaran hingga beberapa minggu setelah tebar sangat fluktuatif hingga pada kondisi kurang optimal. Terutama nilai pH yang tinggi > 9 hingga nilai alkalinitas yang tinggi hingga > 200 ppm. Salinitas pada awal penebaran adalah 12 ppt, yang berangsur – angsur turun hingga 3 ppt pada akhir pemeliharaan. Turunnya salinitas ini sebagai hasil dari penambahan dari air hujan dan air tandon. Air tandon sendiri bersumber dari sungai ciwadas yang bersalinitas rendah. Pada petak L3 plankton sangat susah terbentuk, justru tumbuhan air dari jenis hydrilla yang mendominasi. Tumbuhnya ganggang yang mendominasi pada petak L3 dikontrol dengan melakukan pengambilan secara manual. Berikut adalah data kisaran kualitas air yang teramati selama pemeliharaan.

Pembahasan
Selama pemeliharaan, udang tidak menunjukan gejala kematian secara masal hingga panen. Akan tetapi, nilai sintasan sejak dilakukan sampling populasi pertama pada usia pemeliharaan 60 hari hingga panen tidak menunjukkan penurunan yang drastis. Nilai sintasan pada petak L3 berkisar pada range 53 – 50% dari sampling pertama umur 60 hari hingga panen. Sedangkan pada petak L4 nilai range sintasan adalah 63 – 60 %. Hal ini dapat diduga bahwa kematian udang tertinggi terjadi pada usia awal pemeliharaan.

Pertumbuhan udang pada salinitas yang rendah hingga 3 ppt, tidak menunjukkan nilai ADG yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada media dengan salinitas yang normal. Pertumbuhan udang normal udang windu adalah 0,2 gr/hari, sedangkan selama pemeliharaan terutama pada usia pemeliharaan < 100 hari bahkan mencapai tingkat pertumbuhan hingga 0,6 gram/hari. Kekhawatiran terjadinya defisiensi mineral dengan indikasi shoft shell syndrome secara umum tidak terjadi selama pemeliharaan. Penambahan makro mineral yang dibutuhkan udang secara periodik terutama kalsium, magnesium, kalium kemungkinan menjadi penyebabnya. Akan tetapi kelengkapan data rasio Ca/Mg yang ideal bagi pertumbuhan udang masih menjadi kelemahan dalam kegiatan ini.

Munculnya udang mysid atau jambret yang melimpah pada petak L4, dari aspek biosecurity mengkhawatirkan sebagai carrier WSSV, akan tetapi disisi lain mampu sebagai makanan alami bagi udang. Hal ini menjadi penyebab pertumbuhan udang di petak L4 lebih baik dibandingkan petak L3.

Nilai rasio konversi pakan saat panen pada kegiatan ini masih tinggi (>1,5), akan tetapi dari data terlihat sebelum usia pemeliharaan 100 hari nilai rasio konversi pakan atau FCR berada pada nilai < 1,2. Hal ini dikarenakan tingkat pertumbuhan udang windu pada usia pemeliharaan di atas 100 hari terlihat stagnan hingga panen. Pemberian pakan yang tidak diiringi dengan pertumbuhan yang signifikan menjadi penyebab tingginya rasio konversi pakan. Oleh karena itu dapat menjadi catatan untuk dilakukan pemanenan sebelum terjadinya pertumbuhan yang stagnan atau dilakukan pengetatan pakan setelah pertumbuhan tidak signifikan lagi.

Selama pemeliharaan, serangan WSSV tidak terjadi sehingga udang dapat dipanen hingga umur pemeliharaan 119 hari. Meskipun tidak ada bukti ilmiah bahwa WSSV terhambat perkembanganya pada salinitas rendah, akan tetapi terbukti WSSV lebih cepat menjadi outbreak pada salinitas > 30 ppt. Akan tetapi salah satu trigger yang menyebabkan virus WSSV outbreak yaitu bakteri vibrio menjadi terhambat pertumbuhanya pada salinitas rendah dan media green water. Ini terlihat dari data yang menunjukkan kelimpahan vibrio hanya 28 CFU/ml dari koloni kuning.

Kesimpulan
§  Secara umum, budidaya udang windu pada salinitas rendah hingga 3 ppt dapat tumbuh secara baik dengan teknologi semi intensif. Perbaikan perbaikan model masih perlu untuk dilakukan untuk tingkat efektifitas dan efisiensi.

§  Budidaya udang windu pada salinitas rendah dilakukan untuk memiminimalisir serangan WSSV yang terjadi sebagai interaksi beberapa faktor. Penghambatan perkembangan faktor penyebab outbreaknya WSSV pada media dengan salinitas yang rendah menjadi harapan budidaya udang windu yang lestari.


Konsultasi lebih lanjut Hubungi : 081369527719

Tidak ada komentar: