Senin, 02 November 2015

Konservasi

SAVE, KAWASAN PULAU PANJANG JEPARA !

 

Oleh : Cocon S, S.Pi*)

Kabupaten Jepara merupakan satu-satunya wilayah administratif di Jawa Tengah yang memiliki sumberdaya wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil. Keberadaan potensi SDA pesisir, laut dan pulau kecil tersebut menjadikan Jepara saat ini menjadi magnet baru bagi pengembangan sektor parawisata di Jawa Tengah. Tak terkecuali keberadaan pulau Panjang sebagai gugusan pulau Kecil yang persis berhadapan langsung dengan daratan kota Jepara ini  telah menjadi salah satu tujuan wisata terutama wisatawan lokal dari berbagai daerah. Dari aspek ekonomi, nampaknya keberadaan gugusan pulau kecil yang luasnya diperkirakan 19 ha ini telah memberikan kontribusi langsung terhadap pemasukaan pundi-pundi ekonomi daerah sebagai salah satu kawasan utama tujuan wisata.
 
Terlepas dari potensi ekonomi di atas, rupaya ada yang luput dari perhatian Pemerintah Daerah setempat yaitu bahwasanya keberadaan Pulau Panjang tidak hanya bisa dipandang dari satu aspek saja, namun harus dipandang secara utuh. Jika dilihat dari sisi valuasi ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan, pulau Panjang memiliki nilai staregis ekonomi yang lebih besar lagi, baik yanng bersifat langsung (direct use value) misalnya potensi sumberdaya perikanan dan yang bersifat tidak langusng (indirect use value) yaitu keberadaan nilai ekonomi yang berbasis pada nilai konservasi (conservation value). Keberadaan pulau Panjang harus kita maknai sebagai sebuah sumberdaya alam dan lingkungan yang dapat memberikan manfaat secara jangka panjang yaitu bagi keberlanjutan kehidupan masyarakat dan ekosistem yang ada.
Pulau Panjang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi yaitu sebagai Taman Pulau Kecil Pulau Panjang melalui SK Bupati Jepara No 522.5.2/728/2013, namun upaya implementasi regulasi tersebut nyatanya belum dimaknai sebagai sebuah upaya konservasi, akan tetapi lebih terkesan masih mengedepankan kepentingan ekonomi dengan terus mendorong kawasan pulau panjang sebagai unggulan sektor parawisata daerah.  Beberapa hasil kajian mengenai kawasan pulau Panjang menunjukkan adanya kerusakan ekosistem yang sangat memprihatinkan, tengok saja Kerusakan ekosistem terumbu karang yang berdampak pada hilangnya area fishing dan nursery ground, abrasi pantai, dan pencemaran anthropogenik sebagai akibat ulah manusia.  Hasil penelitian yang dilakukan tim dari Fakultas Kelautan dan Perikanan Undip (2004) menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang di Pulau Panjang dalam tingkatan sedang hingga buruk/rusak. Sebagian dari jumlah stasiun-stasiun di kedalaman 3 meter dalam kondisi sedang, sebagian lainnya dalam kondisi buruk/rusak. Sedangkan semua stasiun di kedalaman 7 meter dalam kondisi buruk/rusak. Inilah mestinya yang harus menjadi fokus perhatian Pemerintah Daerah.
Fenomena global warming yang mengakibatkan kenaikan muka air laut (sea level rise), terjadinya penurunan tanah (land subsidances), dan terjadinya gelombang pasang telah secara nyata mengancam hampir secara umum kawasan pesisir dan pulau pulau kecil, tidak terkecuali kondisi inipun akan mengancam pulau panjang beserta ekosistem yang ada. Nampaknya bukan hanya itu, bahwa membludaknya jumlah wisatawan khususnya pada event-event tertentu telah secara langsung memberikan kontribusi besar terhadap pencemaran perairan pulau Panjang serta keberadaan hutan lindung.  Salah satu contoh event tahunan semisal pesta lomban yang tujuan awalnya untuk melestarikan kearifan lokal, justru berbuntut pada kerusakan ekosistem yang ada di pulau Panjang dan sayangnya lagi upaya preventif maupun penindakan justru minim dilakukan. Contoh kecil misalnya, keberadaan sampah yag tidak dikelola dengan baik, hal ini bisa dilihat dari jumlah tempat sampah yang minim. Lebih miris lagi, rasanya nyaris tidak ada satupun pengawasan dari pihak terkait terhadap aktivitas pengunjung yang melakukan kegiatan ekstrim seperti ajang bakar - bakar ikan di tengah hutan lindung kawasan pulau panjang. Sungguh ironis justru hal ekstrim yang berdampak penting terhadap lingkungan justru lepas dari perhatian bersama khususnya pengelola, mungkin masih dianggap masalah kecil, tapi dalam konteks lingkungan hal ini akan mengancam kehidupan termasuk bagi masyarakat pesisir Jepara itu sendiri.
Rencana implementasi pulau Panjang sebagai kawasan konservasi harus dimaknai bahwa hakekat konservasi adalah pada tiga pilar  pokok yaitu save, study and use. Kawasan konservasi harus dijaga dan dilindungi sebagai protection area bagi keberlangsungan siklus ekosistem alamiah; kawasan konservasi juga harus dijadikan sebagai objek dalam memperluas pengetahuan masyarakat terkait nilai strategis sumberdaya alam dan lingkungan, dan yang terakhir kawasan konservasi juga harus memberikan manfaat jangka panjang bagi kesejahteraan masyarakat yaitu melalui pengelolaan yang arif dan berkelanjutan.
Ada beberapa rekomendasi yang harus segera dilakukan dalam upaya efektivitas pengelolaan kawasan konservasi pulau panjang yaitu : Pertama, keberadaan Kelompok Kerja (POKJA) ataupun unit pengelola kawasan pulau Panjang harus betul-betul berjalan optimal dengan melibatkan unsur masyarakat lokal dan tidak berhenti hanya pada tataran wacana. Peran fasilitasi dan advokasi bagi penguatan kelembagaan masyarakat mutlak harus dilakukan, hal ini karena upaya konservasi akan berjalan efektif jika masyarakat lokal diberikan porsi besar proses pengelolaan kawasan konservasi. Masyarakat harus diposisikan sebagai subjek, karena sesungguhnya mereka memiliki basis kearifan lokal yang kuat. Keberadaan kelompok masyarakat seperti kelompok nelayan “Berkah Samudera” yang memiliki komitmen yang tinggi pada upaya konservasi harus terus didorong dan difasiliitasi.  Kedua, pengelolaan pulau Panjang harus dilakukan secara terintegrasi yang berbasis pada integrated coastal management yang melibatkan sektor terkait. Tim Pokja/unit pengelola harus segera menetapkan zonasi bagi peruntukan ruang pemanfaatan bagi masing-masing sektor yang didasarkan pada kajian kesesuaian yang ada. Hal ini penting agar upaya konservasi pulau panjang dapat berjalan efektif dan tidak terjadi tumpang tindih dalam pemanfaatan ruang. Ketiga, Pemda harus segera menyusun perda terkait perlindungan kawasan konservasi pulau Panjang, dimana implementasi Perda harus secara konsisten dilakukan dengan melibatkan unsur masyarakat lokal. Keempat, Pemda harus fokus pada upaya pembiayaan jasa lingkungan. Kerusakan ekosistem pulau Panjang lebih banyak disebabkan oleh aktivitas kunjungan wisatawan. Oleh karena itu perlu adanya upaya internalisasi biaya lingkungan melalui pembebanan terhadap restribusi kunjungan wisatawan. Ini penting, dimana dana yang ada dapat digunakan untuk upaya perlindungan, dan rehabilitasi kawasan pulau Panjang. Disamping tentunya melalui optimalisasi pembiiayaan melalui CSR (coorprate Social Responsibility) yang dialokasikan perusahaan-perusahaan di Jepara. Kelima, pengawasan, dan pemberlakukan sanksi terhadap  bentuk-bentuk pelanggaran/pengrusakan yang berdampak pada kerusakan/terganggunya ekosistem yang ada di kawasan konservasi pulau Panjang harus secara konsisten di lakukan. Keenam, memaksimalkan peran edukasi terhadap masyarakat termasuk kepada pengunjung tentang pentingnya kelestarian lingkungan hidup. Yang tidak kalah pentingnya adalah merubah mindset kegiatan lomban saat ini dari semula hanya sebagai ajang hiburan rakyat dan untuk meraup keuntungan ekonomi, agar dikembalikan pada ruh awal yaitu bahwasanya lomban mempunyai spirit kearifan lokal yaitu upaya menjaga hubungan harmoni antara manusia dengan alam.
Kita tentunya berharap penetapan rencana pulau panjang sebagai kawasan konservasi akan ditindaklanjuti dengan program kebijakan yang bersifat implementatif dan tidak hanya sekedar upaya normatif.




Penulis :

Mahasiswa Program Magister Ilmu Lingkungan Undip

Tidak ada komentar: