SAVE, KAWASAN
PULAU PANJANG JEPARA !
Oleh : Cocon
S, S.Pi*)
Kabupaten
Jepara merupakan satu-satunya wilayah administratif di Jawa Tengah yang
memiliki sumberdaya wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil. Keberadaan
potensi SDA pesisir, laut dan pulau kecil tersebut menjadikan Jepara saat ini
menjadi magnet baru bagi pengembangan sektor parawisata di Jawa Tengah. Tak
terkecuali keberadaan pulau Panjang sebagai gugusan pulau Kecil yang persis
berhadapan langsung dengan daratan kota Jepara ini telah menjadi salah satu tujuan wisata
terutama wisatawan lokal dari berbagai daerah. Dari aspek ekonomi, nampaknya
keberadaan gugusan pulau kecil yang luasnya diperkirakan 19 ha ini telah
memberikan kontribusi langsung terhadap pemasukaan pundi-pundi ekonomi daerah sebagai
salah satu kawasan utama tujuan wisata.
Terlepas dari
potensi ekonomi di atas, rupaya ada yang luput dari perhatian Pemerintah Daerah
setempat yaitu bahwasanya keberadaan Pulau Panjang tidak hanya bisa dipandang
dari satu aspek saja, namun harus dipandang secara utuh. Jika dilihat dari sisi
valuasi ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan, pulau Panjang memiliki nilai
staregis ekonomi yang lebih besar lagi, baik yanng bersifat langsung (direct use value) misalnya potensi
sumberdaya perikanan dan yang bersifat tidak langusng (indirect use value) yaitu keberadaan nilai ekonomi yang berbasis
pada nilai konservasi (conservation value).
Keberadaan pulau Panjang harus kita maknai sebagai sebuah sumberdaya alam dan
lingkungan yang dapat memberikan manfaat secara jangka panjang yaitu bagi
keberlanjutan kehidupan masyarakat dan ekosistem yang ada.
Pulau Panjang
telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi yaitu sebagai Taman Pulau Kecil
Pulau Panjang melalui SK Bupati Jepara No 522.5.2/728/2013, namun upaya implementasi
regulasi tersebut nyatanya belum dimaknai sebagai sebuah upaya konservasi, akan
tetapi lebih terkesan masih mengedepankan kepentingan ekonomi dengan terus mendorong
kawasan pulau panjang sebagai unggulan sektor parawisata daerah. Beberapa hasil kajian mengenai kawasan pulau
Panjang menunjukkan adanya kerusakan ekosistem yang sangat memprihatinkan,
tengok saja Kerusakan ekosistem terumbu karang yang berdampak pada hilangnya
area fishing dan nursery ground, abrasi pantai, dan pencemaran anthropogenik sebagai
akibat ulah manusia. Hasil penelitian
yang dilakukan tim dari Fakultas Kelautan dan Perikanan Undip (2004)
menunjukkan bahwa kondisi
terumbu karang di Pulau Panjang dalam tingkatan sedang hingga buruk/rusak.
Sebagian dari jumlah stasiun-stasiun di kedalaman 3 meter dalam kondisi sedang,
sebagian lainnya dalam kondisi buruk/rusak. Sedangkan semua stasiun di
kedalaman 7 meter dalam kondisi buruk/rusak. Inilah mestinya yang harus menjadi fokus
perhatian Pemerintah Daerah.
Fenomena global warming yang mengakibatkan
kenaikan muka air laut (sea level rise),
terjadinya penurunan tanah (land
subsidances), dan terjadinya gelombang pasang telah secara nyata mengancam hampir
secara umum kawasan pesisir dan pulau pulau kecil, tidak terkecuali kondisi
inipun akan mengancam pulau panjang beserta ekosistem yang ada. Nampaknya bukan
hanya itu, bahwa membludaknya jumlah wisatawan khususnya pada event-event
tertentu telah secara langsung memberikan kontribusi besar terhadap pencemaran
perairan pulau Panjang serta keberadaan hutan lindung. Salah satu contoh event tahunan semisal pesta lomban yang tujuan awalnya untuk
melestarikan kearifan lokal, justru berbuntut pada kerusakan ekosistem yang ada
di pulau Panjang dan sayangnya lagi upaya preventif maupun penindakan justru
minim dilakukan. Contoh kecil misalnya, keberadaan sampah yag tidak dikelola
dengan baik, hal ini bisa dilihat dari jumlah tempat sampah yang minim. Lebih
miris lagi, rasanya nyaris tidak ada satupun pengawasan dari pihak terkait terhadap
aktivitas pengunjung yang melakukan kegiatan ekstrim seperti ajang bakar - bakar
ikan di tengah hutan lindung kawasan pulau panjang. Sungguh ironis justru hal
ekstrim yang berdampak penting terhadap lingkungan justru lepas dari perhatian
bersama khususnya pengelola, mungkin masih dianggap masalah kecil, tapi dalam
konteks lingkungan hal ini akan mengancam kehidupan termasuk bagi masyarakat
pesisir Jepara itu sendiri.
Rencana implementasi
pulau Panjang sebagai kawasan konservasi harus dimaknai bahwa hakekat konservasi
adalah pada tiga pilar pokok yaitu save, study and use. Kawasan konservasi
harus dijaga dan dilindungi sebagai protection
area bagi keberlangsungan siklus ekosistem alamiah; kawasan konservasi juga
harus dijadikan sebagai objek dalam memperluas pengetahuan masyarakat terkait
nilai strategis sumberdaya alam dan lingkungan, dan yang terakhir kawasan
konservasi juga harus memberikan manfaat jangka panjang bagi kesejahteraan
masyarakat yaitu melalui pengelolaan yang arif dan berkelanjutan.
Ada beberapa
rekomendasi yang harus segera dilakukan dalam upaya efektivitas pengelolaan
kawasan konservasi pulau panjang yaitu : Pertama,
keberadaan Kelompok Kerja (POKJA) ataupun unit pengelola kawasan pulau Panjang
harus betul-betul berjalan optimal dengan melibatkan unsur masyarakat lokal dan
tidak berhenti hanya pada tataran wacana. Peran fasilitasi dan advokasi bagi
penguatan kelembagaan masyarakat mutlak harus dilakukan, hal ini karena upaya
konservasi akan berjalan efektif jika masyarakat lokal diberikan porsi besar proses
pengelolaan kawasan konservasi. Masyarakat harus diposisikan sebagai subjek,
karena sesungguhnya mereka memiliki basis kearifan lokal yang kuat. Keberadaan
kelompok masyarakat seperti kelompok nelayan “Berkah Samudera” yang memiliki
komitmen yang tinggi pada upaya konservasi harus terus didorong dan
difasiliitasi. Kedua, pengelolaan pulau Panjang harus dilakukan secara
terintegrasi yang berbasis pada integrated
coastal management yang melibatkan sektor terkait. Tim Pokja/unit pengelola
harus segera menetapkan zonasi bagi peruntukan ruang pemanfaatan bagi
masing-masing sektor yang didasarkan pada kajian kesesuaian yang ada. Hal ini
penting agar upaya konservasi pulau panjang dapat berjalan efektif dan tidak
terjadi tumpang tindih dalam pemanfaatan ruang. Ketiga, Pemda harus segera menyusun perda terkait perlindungan
kawasan konservasi pulau Panjang, dimana implementasi Perda harus secara
konsisten dilakukan dengan melibatkan unsur masyarakat lokal. Keempat, Pemda harus fokus pada upaya
pembiayaan jasa lingkungan. Kerusakan ekosistem pulau Panjang lebih banyak
disebabkan oleh aktivitas kunjungan wisatawan. Oleh karena itu perlu adanya
upaya internalisasi biaya lingkungan melalui pembebanan terhadap restribusi
kunjungan wisatawan. Ini penting, dimana dana yang ada dapat digunakan untuk
upaya perlindungan, dan rehabilitasi kawasan pulau Panjang. Disamping tentunya
melalui optimalisasi pembiiayaan melalui CSR (coorprate Social Responsibility) yang dialokasikan
perusahaan-perusahaan di Jepara. Kelima,
pengawasan, dan pemberlakukan sanksi terhadap
bentuk-bentuk pelanggaran/pengrusakan yang berdampak pada
kerusakan/terganggunya ekosistem yang ada di kawasan konservasi pulau Panjang
harus secara konsisten di lakukan. Keenam,
memaksimalkan peran edukasi terhadap masyarakat termasuk kepada pengunjung tentang
pentingnya kelestarian lingkungan hidup. Yang tidak kalah pentingnya adalah
merubah mindset kegiatan lomban saat
ini dari semula hanya sebagai ajang hiburan rakyat dan untuk meraup keuntungan
ekonomi, agar dikembalikan pada ruh awal yaitu bahwasanya lomban mempunyai
spirit kearifan lokal yaitu upaya menjaga hubungan harmoni antara manusia
dengan alam.
Kita tentunya
berharap penetapan rencana pulau panjang sebagai kawasan konservasi akan
ditindaklanjuti dengan program kebijakan yang bersifat implementatif dan tidak
hanya sekedar upaya normatif.
Penulis :
Mahasiswa Program Magister Ilmu Lingkungan Undip
Tidak ada komentar:
Posting Komentar