Minggu, 06 Desember 2015

Info Dari Daerah : Bangkitnya Animo Berbudidaya Udang

Ada Udang Dibalik Asa
(Mengintip Animo Masyarakat Pesisir Jepara)


Waktu itu matahari tepat berada diatas ubun-ubun, sinarnya terasa menyayat-nyayat kulit yang berlumuran keringat, namun anehnya angin pesisir juga seolah enggan untuk muncul menghantarkan kesejukan seperti biasanya. Mungkin sebagaian orang yang
tidak terbiasa akan dengan cepat mengumpat dan menyalahkan kondisi alamiah semacam ini. Tapi itulah fakta, dan begitulah adanya kondisi kehidupan pesisir. Kondisi semacam itu menjadi hal lumrah yang justru menjadi ladang pembelajaran alamiiah bagi masyarakat sehingga mampu mencetak karakter kuat pada diri sebagian besar masyarakat pesisir. Karakter sebagai pekerja keras yang pantang menyerah tentunya. Sudah sekitar tiga hari saya sengaja untuk menyusuri daerah pesisir Jepara dari ujung-ke ujung. Mulai dari pesisir Kecamatan Donorojo hingga Kecamatan Kedung dan siang ini saya telah memesan janji  untuk bertemu dengan  salah satu kelompok pembudidaya udang yang ada di Desa Sekuro Kecamatan Mlonggo.

Dari jauh terlihat hamparan lahan pertambakan yang cukup tertata dengan baik, saya agak terkejut dengan perbedaan yang mencolok tersebut, karena saya masih ingat dulu, tepatnya tujuh tahun yang lalu kondisi lahan pertambakan ini sangat tidak terurus alias mangkrak dan nyaris tak ada aktivitas apapun. Pada saat itu saya sempat tanya kepada salah seorang penduduk tentang kondisi ini, mereka menyampaikan bahwa kondisi lahan tambak sudah lama mangkrak dan ditinggal sejak kegagalan produksi udang windu, imbasnya waktu itu masyarakat enggan untuk terjun berbudidaya udang karena trauma akan menanggung kerugian yang lebih besar. Waktu itu saya menyarankan masyarakat untuk memanfaatkan lahan tersebut dengan berbudidaya rumput laut Gracillaria sp, namun hingga kini belum terwujud karena minim dukungan.

Saya tiba di sebuah bangunan kayu berbilik bambu tepat berada tidak jauh dari pematang tambak yang terhampar sekitar tiga petak dan satu petak yang berfungsi sebagai tandon. Rupanya ini merupakan gudang sekaligus basecamp bagi kelompok “udang lestari” yang saat ini dikomandoi oleh Siswanto. Lelaki setengah baya seorang yang ulet dan cukup berpengalaman dalam manajemen budidaya udang karena telah lama berkecimpung dalam usaha ini, bahkan sempat bekerja di Sulawesi dan Lampung. Dari pengalamannya itulah kemudian dia tularkan dan menjadi salah satu yang mampu mendorong motivasi anggotanya untuk mengelola usaha budidaya saat ini.

Ketiga petak yang sedang operasional ini merupakan buah dari rangkaian program pemerintah dalam mendorong bangkitnya sentra-sentra budidaya udang yang sempat mangkrak bertahun-tahun. Salah satu upaya taktis yang dilakukan yaitu melalui pengembangan demonstrasi farm pada sentra-sentral eks tambak udang. Menurut Kabid Perikanan Budidaya DKP Kab. Jepara, bahwa demfarm ini merupakan dukungan melalui APBN Tugas Pembantuan TA. 2015 yang kesemuanya dialokasikan untuk operasional bagi sekitar satu hektar tambak udang semi intensif.

Ditambahkan Siswanto, sejak penebaran pertama sekitar dua bulan yang lalu saat ini kondisi udang vaname masih cukup stabil, walaupun memang ada perlambatan dari sisi pertumbuhan harian. Menurutnya perlambatan pertumbuhan menjadi hal lumrah mengingat kondisi cuaca dimusim kemarau ini cukup ekstrim sehingga memicu tingginya salinitas. “Pertumbuhan udang vaname menjadi lambat karena salinitas mencapai 60 ppt, sementara sumber air tawar kali ini sangat sulit. Dalam kondisi normal umur udang dua bulan harusnya sudah mencapai size dibawah seratus, namun yang terjadi masih dalam kisaran rata-rata size seratus”, tutur Siswanto sembari menjelaskan aspek teknis dengan gamblang. Namun menurutnya, semua itu merupakan faktor alamiah, dia optimis menjelang masuk musim penghujan pertumbuhan udang akan normal. Dia bersama anggotanya mematok target produksi kali ini 5-6 ton dengan padat tebar awal 60 ekor/m2. “Paling tidak udang bisa terbebas dari penyakit sudah bagus, dan semangat kami sangat terpacu dengan ini. Jika diitung-itung secara ekonomi dengan pencapaian target tersebut diharapkan mampu meraup pendapatan 400 hingga 500 juta per siklus”, tambah Siswanto berseri.

Siswanto juga berharap ke depan penerima manfaat tidak hanya terfokus pada anggota kelompoknya saja, namun masyarakat sekitar akan diusahakan bisa digandeng untuk bersama-sama merasakan kembali geliat usaha budidaya yang saat ini sedang dijajaki lewat pengelolaan demfarm. Diakuinya, sejak keberadaan demfarm di desa Sekuro animo masyarakat kembali muncul. Bahkan sejak beberappa bulan yang lalu telah mulai masuk perusahaan swasta yang berinvestasi di desa Sekuro dan hasilnya sangat menggembirakan, dimana siklus pertama saja telah mampu menghasillkan produksi sekitar 30 ton.

Pada kesempatan ini saya menyarankan agar pendapatan yang dihasilkan bisa kembali dikelola secara baik dengan melakukan alokasi untuk re-investasi paling tidak minimal 20-25% dari pendapatan bersih. Ini penting karena perlambatan pengembangan usaha budidaya secara umum di Indonesia disebabkan karena para pembudidaya cenderung nggan melakukan re-investasi. Disamping itu tentunya, pola pengelolaan budidaya dan manajemen usaha harus dilakukan dengan baik, oleh karena itu dari aspek manajemen, penguatan kelembagaan menjadi suatu keniscayaan. Dari aspek teknis tentunya kegiatan budidaya harus dilakukan secara bertangggungjawab dan ramah lingkungan. Melalui ini, masyarakat harus mulai berperan aktif dalam memperbaiki dan merehabilitasi ekosistem sekitar yang telah rusak. Rehabilitasi hutan mangrove di sekitar area budidaya menjadi bagian penting yang harus dilakukan guna menjaga siklus alamiah, dan tentunya akan berdampak positif bagi keberlanjutan budidaya udang.

Dari rangkaian kunjungan tidak resmi saya menyusuri pesisir Jepara, saya beranjak pada sebuah kesimpulan bahwa program demfarm budidaya udang yang terprogram dan terencana dengan baik secara umum telah mampu membangkitkan kembali animo masyarakat untuk berbudidaya udang. Dan ini bisa dirasakan dari geliat usaha budidaya udang mulai dari pesisir kecamatan Donorojo, kecamatan Mlonggo dan Kedung (data resmi bisa dikonfirmasi ke DKP Kabupaten Jepara)

Sifat masyarakat yang cenderung “parternalistik” harus menjadi  acuan kuat bagaimana program dan kebijakan pemerintah harus secara langsung bersifat “Participatory” dan menjadi tuntunan yang akan mendorong semangat dan kerja keras masyarakat. Berbagai program dan kebijakan seyogyanya harus mengedepankan upaya pengembangan masyarakat (Community Development) dengan menempatkan masyarakat sebagai subjek dan bukan sebatas pada upaya yang hanya sekedar menjaga hubungan dengan masyarakat melalui pemenuhan keinginan yang bersifat instan (community interest/relation).

Post by

Cocon, S.Pi

Tidak ada komentar: