MENAKAR KONSEP INSPIRATIF BLUE ECONOMY
DALAM PENGELOLAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DI
INDONESIA
Sejak diperkenalkannya konsep “Blue Economy” oleh Gunter Pauli melalui bukunya The
Blue Economy : 10 years, 100 innovations, and 100 million jobs (2010). Buku
yang sangat inspiratif ini mengilhami
sebuah konsep yang seolah mengajak masyarakat global untuk merubah paradigma
bagaimana mengelola sumberdaya alam secara optimal, arif dan berkelanjutan.
Gunter Pauli melalui konsep Blue Economy mencoba menawarkan solusi untuk
menjawab tantangan bahwa sistem
ekonomi dunia cenderung eksploitatif dan secara nyata telah merusak lingkungan. Ekspolitasi terhadap SDA ini telah melebihi kapasitas atau daya dukung yang ada.
ekonomi dunia cenderung eksploitatif dan secara nyata telah merusak lingkungan. Ekspolitasi terhadap SDA ini telah melebihi kapasitas atau daya dukung yang ada.
Ada 3 (tiga) hal yang menjadi esensi blue economy. Pertama, Learning From Nature : Konsep Blue
Economy mencontoh pada alam, bekerja sesuai dengan apa yang disediakan alam
dengan efisien tanpa mengurangi tapu justru memperkaya alam (shifting from scarcity to abundance).
Kedua, The Logic of Ecosystems :
dimana cara kerja ekosistem dijadikan model blue economy, yaitu seperti air
mengalir dari gunung membawa nutrien dan energi untuk memenuhi kebutuhan dasar
kehidupan seluruh komponen eksistem (limbah dari sesuatu akan menjadi makanan
bagi yang lain, limbah dari suatu proses menjadi bahan baku/sumber energi bagi
yang lain). Ketiga, Inspired by 100
Innovations : ada 100 inovasi ekonomi praktis yang mengilhami blue economy
dengan prinsip mencontoh cara kerja ekosistem. Ekosistem selalu bekerja menuju
tingkat efesiensi lebih tinggi untuk mengalirkan nutrien dan energi tanpa emisi
dan limbah untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi semua kontributor. Ke-tiga
esensi konsep blue economy yang disampaikan Gunter Pauli di atas sesungguhnya
dimaksudkan untuk menantang para enterpreneur bahwa blue economy business model memberikan peluang untuk mengembangkan
investasi dan bisnis yang lebih menguntungkan secara ekonomi dan ramah
lingkungan yaitu melalui pengelolaan sumberdaya alam yang lebih efisien dan
ramah lingkungan, mengembangkan sistem produksi yang lebih efisien dan bersih,
menghaasilkan produk yang berkualitas dan nilai tambah ekonomi lebih besar,
meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan memberikan kesempatan untuk
menghasilkan benefit kepada setiap kontributor secara lebih adil.
Setidaknya ada tujuh
manfaat dari pengelolaan sektor kelautan dan perikanan yang berbasis pada blue economy . Pertama, meningkatnya nilai tambah (Added value) produk kelauatan dan perikanan yang diikuti oleh
peningkatan daya saing; kedua,
terciptanya modernisasi sistem hulu dan hulir; ketiga, menguatnya para pelaku usaha industri kelautan dan
perikanaan; keempat, terfokusnya
industri pada komoditas unggulan sesuai dengan permintaan pasar dan sebaran
sumberdaya alam; kelima, menjamin
keberlanjutan; keenam, mendorong
transformasi social dengan merubah cara
berfikir dan berprilaku masyarakat sesuai karakteristik masyaraakat industry
yang modern; ketujuh, sebagai penghela
percepatan sistem produksi perikanan nasional yang berorientasi pada trend
pasar global dan lokal
Blue economy memiliki potensi dalam paradigma
pembangunan baru dengan menerapkan model pengembangan bisnis yang
mengsinergikan antara pertumbuhan, pembangunan dan lingkungan, sehingga prinsip
blue economy dinilai tepat dalam membantu dunia untuk menghadapi tantangan
perubahan iklim, ekosistem laut yang kian rentan terhadap dampak perubahan
iklim akibat pemanasan global (global
warming). Prinsip blue economy perlu ditindaklanjuti
melalui beberapa pendekatan, antara lain : mensinergikan pengelolaan ekosistem
laut dan pesisir dengan ketahanan pangan, strategi pembangunan ekonomi dan
sosial, serta mendorong transisi ekonomi, pasar, industri dan masyarakat menuju
pola yang lebih berkelanjutan terhadap penggunaan sumberdaya kelautan dan
perikanan dari waktu ke waktu
Jika kita kaitkan dengan arah
kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan Kementerian Kelautan dan
Perikanan, maka konsep blue ekonomy
sangat sejalan dan patut dijadikan dasar bagi pola pengelolan sektor kelautan
dan perikanan yang saat ini kita akui masih belum optimal dan cenderung masih
bersifat ekploitatif. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman
hayati terbesar dunia sudah saatnya bangun dari mimpi yang berkepanjangan. Jika
saja seorang Gunter Pauli dalam jangka waktu 10 tahun mampu mengelola SDA
dengan menciptakan 100 inovasi dan mampu
menyerap tenaga kerja sebanyak 100 juta orang, bisa dibayangkan jika ini mampu
diterapkan di Indonesia yang kaya SDA ini? Penulis sering kali berfikir, kenapa
Indonesia belum mampu secara mandiri padahal sebenarnya sumberdaya kita mampu.
Kesimpulannya, lagi-lagi komitmen elemen bangsa ini yang mungkin masih
menganggap lebih baik menjadi konsumen dan sasaran pangsa pasar produk luar
dibanding menjadi produsen (pelaku utama), padahal produk jadi yang kita
rasakan sebenarnya product resource-nya
berasal dari SDA kita. Penulis juga tidak habis pikir, kemana para pengusaha
dalam negeri yang nota bene mempunyai kemampuan investasi yang besar ? kenapa
jarang sekali bahkan hampir bisa dihitung dengan jari yang secara langsung mau
terjun berinvestasi pada sektor kelautan dan perikanan? Kenapa cenderung hanya tertarik
pada sektor non agribisnis yaitu SDA yang tidak dapat diperbaharui (nonrenewable resources) yang bahkan bersifat ekspoitatif. Padahal konsep blue economy sebenarnya memberikan
peluang besar kepada pihak swasta untuk menjadi prime mover dalam pengembangan bisnis model industri berbasis blue economy.
Disisi lain komitmen pemerintah dalam memberikan regulasi dan arahan terhadap
penerapan model pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan berbasis blue economy harus secara nyata
diiplementasikan secara konsekwen.
Penerapan
Konsep Blue Economy Butuh Dukungan
Teknologi,..
Tidak dapat dipungkiri bahwa penerapan
konsep blue economy membutuhkan dukungan teknologi yang efektif, sehingga peran
riset menjadi tumpuan utama dalam menciptakan inovasi teknologi yang sejalan
dengan prinsip blue economy. Lagi-lagi ini membutuhkan komitmen pemerintah,
sudah menjadi rahasia umum bahwa yang menjadi penyebab Indonesia selalu ketinggalan
dalam percepatan pembangunan adalah karena dukungan terhadap riset selalu
dianaktirikan, bisa dibayangkan anggaran riset dalam APBN hanya berkisar 2%
dari total APBN. Inilah seringkali riset atau inovasi yang dihasilkan para
peneliti kita tidak sampai pada tataran implementasi, padahal jika saja ada
keseriusan pemerintah dalam menfasilitasi pengembangan riset dan teknologi,
maka bangsa ini tidak hanya akan menjadi bangsa pemimpi tapi menjadi bangsa
mandiri. Dalam hal ini Penulis sudah tidak meragukan lagi kemampuan sumberdaya
manusia bangsa ini. Kesimpulannya, dukungan dalam pengembangan riset harus
sudah menjadi prioritas utama.
Beberapa waktu lalu, Gunter Pauli
bersama tim KKP melakukan identifikasi terhadap sumberdaya di Pulau Nusa Penida
Kabupaten Klungkung Provinsi Bali, hasilnya luar biasa, pada kawasan sekecil
Nusa Penida saja Gunter Pauli telah memberikan contoh sebanyak 21 inovasi
bisnis yang bisa dikembangkan. Inovasi tersebut meliputi pengembangan industri
rumput laut secara terintegrasi melalui pengembangan branded lokal, pengembangan industri daging sapi organik,
pengembangan pertanian organik dengan memfaatkan air laut sebagai penyanagga
kesuburan tanah, pemanfaatan energi arus laut dan lain-lain. Kesemua inovasi
tersebut berpegang pada prinsip efesiensi, ramah lingkungan dan peningkatan
nilai tambah. Dalam pengembangan industri rumput laut misalnya, Gunter Pauli
mencontohkan bagaimana negara Austria yang bukan penghasil rumput laut saja
mampu menghasilkan produk tekstil/kain dari bahan alginat yang nota bene
berasal dari rumput laut jenis Sargassum
sp padahal jenis rumput laut tersebut melimpah di perairan Indonesia, namun
lagi-lagi Indonesia hanya mampu sebagai pemasok bahan baku sedangkan nilai
tambah tetap saja dirasakan oleh negara-negara importir. Gunter Pauli,
mengingatkan Indonesia sebagai negara dengan sumberdaya kelautan dan perikanan
yang luar biasa besar dengan jumlah penduduk ke-4 terbesar dunia, sejatinya
mampu membangun pangsa pasar sendiri di dalam negeri melalui pengembangan
industri yang terintergasi dari hulu- ke hilir sehingga end product tidak malah didatangkan dari luar negeri. Intinya
Gunter Pauli mendorong kita, jika Indonesia ingin mandiri, maka saat ini
waktunya bukan sekedar wacana, tapi harus sudah melakukan langkah nyata implementasi
model bisnis blue economy, dimana
pengembangan model bisa dimulai dari lingkup kawasan yang kecil seperti Nusa
Penida.
Pemerintah dalam hal ini Kementerian
Kelautan dan Perikanan telah menetapkan beberapa kawasan yang akan dijadikan
contoh model penerapan pengelolaan sektor kelautan dan perikanan berbasis blue economy. Daerah tersebut antara
lain : Kabupaten Klungkung (Nusa Penida), Kabupaten Anambas Kepulauan Riau,
Kabupaten Lombok Timur NTB, Kabupaten Banaggai Kepulauan, dan Kabupaten Raja Ampat
Papua. Karena konsep blue economy ini
sejatinya memberikan peluang besar terhadap pihak swasta, maka pemerintah harus
segera membuka diri dalam menarik minat peran investor khususnya dalam negeri
untuk melakukan investasi dalam pengelolaan bisnis kelautan dan perikanan
berbasis blue economy. Keterlibatan
peran stakeholders lain khususnya
peran lintas sektoral, para peneliti dan perguruan tinggi (dari sisi penciptaan
inovasi teknologi) dan masyarakat sebagai sumber penciptaan nilai kearifan
lokal sangat diperlukan melalui kerjasama secara sinergi dalam menciptakan bisnis
di sektor ini.
Indonesia sebagai salah satu Negara
yang telah menyatakan komitmennya dalam pengembangan konsep blue economy, berkesempatan menyampaikan
gagasan/pemikiran mengenai konsep ini pada sidang APEC yang direncanakan bulan
November mendatang di Nusa Dua Bali, menjadi suatu kehormatan dan akan bernilai
besar jika mampu mengimplementasikan secara nyata konsep inspiratif ini
sebagaimana yang telah dilakukan oleh Gunter Pauli dengan memberikan perubahan
besar terhadap pergerakan ekonomi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar