PENTINGNYA NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL
DALAM PENGELOLAAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN
(Refleksi di Awal Tahun 2013)
Oleh : Cocon,
S.Pi*)
Selama hampir 50
tahun proses pembangunan yakni mulai periode orde lama (20 tahun) dan orde baru
(32 tahun), pendekatan pembangunan ekonomi hanya terpusat pada pengembangan
wilayah daratan (land based development),
namun sejak
lahirnya gagasan pembentukan Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan di era
kepemimpinan Gusdur, maka sejak itu pula terjadi pergeseran
paradigma pembangunan nasional ke arah pengembangan pusat-pusat pertumbuhan kawasan ekonomi berbasis kelautan dan perikanan (marine base development). Bukan tanpa alasan Gusdur menuangkan gagasan tersebut, Indonesia sebagai Negara Kepulauan terbesar dengan 70% merupakan wilayah laut dan pesisir, mempunyai potensi ekonomi yang sangat besar, sehingga sektor ini mempunyai peran yang strategis dalam mendorong perekonomian nasional. Menurut hitungan para pakar bahwa sebagai gambaran potensi ekonomi laut Indonesia sekitar 1,2 triliun dolar AS per tahun, atau setara dengan 10 kali APBN Negara pada tahun 2012, sungguh luar biasa...
paradigma pembangunan nasional ke arah pengembangan pusat-pusat pertumbuhan kawasan ekonomi berbasis kelautan dan perikanan (marine base development). Bukan tanpa alasan Gusdur menuangkan gagasan tersebut, Indonesia sebagai Negara Kepulauan terbesar dengan 70% merupakan wilayah laut dan pesisir, mempunyai potensi ekonomi yang sangat besar, sehingga sektor ini mempunyai peran yang strategis dalam mendorong perekonomian nasional. Menurut hitungan para pakar bahwa sebagai gambaran potensi ekonomi laut Indonesia sekitar 1,2 triliun dolar AS per tahun, atau setara dengan 10 kali APBN Negara pada tahun 2012, sungguh luar biasa...
Satu hal yang
perlu dicatat bahwa pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan hendaknya
dilakukan berdasarkan prinsip keberlanjutan demi sebesar-besarnya kemakmuran
masyarakat. Pemanfaatan terhadap Sumberdaya alam (SDA) seharusnya didasari pada
tujuan jangka panjang, sehingga anugerah SDA tersebut tidak dipandang sebagai kenikmatan
sesaat. Akan sangat ironis jika potensi
yang begitu besar tersebut dengan cepatnya tergerus akibat pola pengelolaan
yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip keseimbangan (Principle of harmony) dan nilai-nilai lestari (sustainable values). Namun faktanya, pada sub-sektor perikanan
tangkap misalnya, menunjukan bahwa stok ikan dibeberapa wilayah perairan laut
seperti Selat Malaka, Laut Jawa, Pesisir Selatan Sulawesi, Selat Bali dan Laut
Arafura telah mengalami tangkap jenuh (over
fishing), inilah akibat dari
pengelolaan yang telah mengindahkan prinsip keberlanjutan (sustainable), sehingga dikhawatirkan jika tidak ada pengelolaan
yang arif, maka eksploitasi terhadap sumberdaya ikan akan melebihi produksi
potensi lestari (Maximum Sustainable
Yield/MSY), padahal sebagai gambaran total MSY sumberdaya ikan laut
Indonesia saat ini hanya sebesar 6,5 juta ton/tahun. Lain lagi pada sub-sektor
perikanan budidaya yaitu ketika ambruknya masa keemasan udang windu sejak beberapa
dekade yang lalu dan sampai saat ini masih menyisakan masalah jangka panjang.
Kenapa ini terjadi..? karena pola pengelolaan yang hanya mengejar kapasitas
produksi yang tak terukur dengan input teknologi yang tidak terkontrol tanpa
mempertimbangkan kemampuan daya dukung lahan (carrying capacity), dan
kelangsungan ekosistem, sehingga pada kenyataannya telah memicu terjadinya degradasi lahan dan
merebaknya virus WSSV yang sampai saat ini menjadi momok menakutkan bagi
pembudidaya. Belum lagi, kerusakan terhadap ekosistem pesisir sebagai akibat
eksploitasi yang tidak dilakukan secara arif, padahal ekosistim pesisir adalah
tempat pemijahan (nursery ground), asuhan,
mencari makan dan membesarkan diri jenis ikan dan biota laut lainnya. Sungguh
suatu keprihatinan bagi kita sebagai elemen bangsa, yang harus segera kita
perbaiki melalui pengelolaan yang lebih bijaksana,..
Ada hal
yang mendasar yang sesungguhnya telah kita abaikan keberadaannya,.. Nilai luhur
tersebut adalah “Kearifan Lokal” (local wisdom). Namun sayang,
nilai-nilai luhur yang telah melekat pada masyarakat ini seolah tergerus, entah
karena telah terjadi pergeseran pola pikir masyarakat seiring perubahan jaman dan
pengaruh budaya pola pikir modern atau karena pemerintah sendiri yang kurang
respon dalam melihat dan memahami bahwa kearifan lokal yang ada di masyarakat sebagai
sesuatu yang harus dipertahankan, dan difasilitasi keberadaanya sebagai acuan dasar
bagi terciptanya pola pengelolaan SDA secara berkelanjutan. Perlu kita ketahui
bahwa kearifan lokal
merupakan suatu bentuk kearifan lingkungan yang ada dalam kehidupan
bermasyarakat di suatu tempat atau daerah. Kearifan lokal merupakan tata nilai
atau perilaku hidup masyarakat lokal dalam berinteraksi dengan lingkungan
tempatnya hidup secara arif. (Putu Oka Ngakan dalam Andi M. Akhmar dan
Syarifudin (2007). Selanjutnya Francis Wahono (2005)
menjelaskan bahwa kearifan lokal adalah kepandaian dan strategi-strategi
pengelolaan alam semesta dalam menjaga keseimbangan ekologis yang sudah
berabad-abad teruji oleh berbagai bencana dan kendala serta keteledoran
manusia. Kearifan lokal tidak hanya berhenti pada etika, tetapi sampai pada
norma dan tindakan dan tingkah laku, sehingga kearifan lokal dapat menjadi
seperti religi yang memedomani manusia dalam bersikap dan bertindak kususnya
dalam pengelolaan sumberdaya alam. Keanekaragaman pola-pola adaptasi terhadap
lingkungan hidup yang ada dalam masyarakat Indonesia yang diwariskan secara
turun temurun menjadi pedoman dalam memanfaatkan sumberdaya alam. Jika
kesadaran tersebut dapat ditingkatkan, maka hal itu akan menjadi kekuatan yang
sangat besar dalam pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan. Sudah tidak dapat disangkal lagi bahwa
permasalahan dalam pemanfaatan SDA kelautan dan Perikanan sesungguhnya karena
telah mengindahkan nilai-nilai moral yang terkandung dalam prinsip kearifan lokal.
Nilai-nilai
moral yang terkandung dalam prinsip kearifan lokal sudah seharusnya menjadi dasar bagi
pengelolan perikanan budidaya yang berkelanjutan (sustainable aquaculture).
Prinsip sustainable saat ini telah
menjadi syarat mutlak pada tataran perdagangan global, sehingga setiap bentuk
aktivitas usaha perikanan sudah seharusnya memegang prinsip nilai-nilai lestari
(sustainable values), ramah
lingkungan (pro-enviroment), ecologycal awareness, dan social awareness. Pola
pengelolaan budidaya harus dilihat sebagai pola pengelolaan ekosistim secara
utuh, karena pada hakekatnya di alam ada interaksi alamiah yang tidak
terpisahkan satu sama lain, inilah yang disebut keseimbangan. Intensifikasi
perikanan budidaya sudah saatnya memegang teguh prinsip kesimbangan dan
nilai-nilai lestari dengan mengadopsi prinsip-prinsip kearifan lokal.
Perekayasaan teknologi budidaya sudah saatnya tidak hanya mempertimbangkan
parameter bagaimana meningkatkan produktivitas setinggi-tingginya, namun harus
mampu menjamin berjalannya siklus dalam suatu ekosistem sehingga mampu berjalan
secara alamiah, pemaksaan terhadap penerapan teknologi yang tidak didasari
prinsip ramah lingkungan (pro-enviroment)
dan kepedulian terhadap ekologi (ecologycal awareness) sama saja memusuhi
alam, sehingga hanya akan menyisakan permasalahan jangka panjang, tentunya kita
tidak mau terjerumus ke lubang yang sama,...
Disamping itu,
pengelolaan budidaya perikanan berbasis kearifan lokal sudah saatnya memberikan
wewenang, tanggungjawab dan kesempatan sebesar-besarnya kepada peran serta
masyarakat melalui pola pengelolan sumberdaya perikanan berbasis masyarakat.
Nilai-nilai kearifan lokal yang ada dalam masyarakat perlu didukung, diperkuat
dan difasilitasi agar tetap berjalan secara berkelanjutan. Contoh kearifan
lokal yang telah berjalan dalam pengelolaan SDA seperti : Tradisi adat laot di Aceh, Tradisi
Awig-awig di Lombok Barat, tradisi
adat sasi di Maluku, pengelolan budidaya silvofishery (Wana Mina) di Subang merupakan contoh
sebagian kecil bagaimana Kearifan lokal
dalam pengelolaan sumberdaya perikanan telah secara nyata mampu memberikan
manfaat jangka panjang karena mampu menjamin keseimbangan antar sumberdaya yang
ada. Semoga nilai-nilai luhur kearifan lokal tersebut menjadi dasar bagi
pengelolaan sumberdaya perikanan budidaya yang berkelanjutan, sehingga kelak
anak cucu kita masih mampu merasakan angugerah Tuhan yang begitu besar ini.
Revitalisasi
perikanan budidaya tidak hanya terletak bagaimana me-revitalisasi secara fisik,
tapi ada hal yang lebih penting yaitu me-revitalisasi mental, pola pikir dan
kesadaran pelaku usaha budidaya untuk kembali ke khitah yaitu pengelolaan
budidaya perikanan secara arif dan bertanggungjawab dengan menjungjung tinggi
nilai-nilai lestari. Pada akhirnya, semoga di Tahun baru 2013 ini menjadi
titik tolak dalam membangun komitmen dan kesadaran bagi seluruh masyarakat
perikanan nasional dalam mewujudkan Indonesia sebagai bangsa yang mandiri, karena
mampu memberdayakan dan mengelola segenap potensi sumberdaya kelautan dan
perikanan secara berkelanjutan demi sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat.
*)
Analis Budidaya Perikanan, Direktorat Produksi Perikanan Budidaya
4 komentar:
jos bro....lanjutkan n kembangkan blognya....go go fisheries....
jos bro....lanjutkan n kembangkan blognya....go go fisheries....
jos bro....lanjutkan n kembangkan blognya....go go fisheries....
Terima kasih buat Mas Taufiq NUrdin atas supportnya.. mohon dishare juga ilmu dan infonya dari daerah..
Posting Komentar