MEMIMPIKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN
(Refleksi,
menjelang suksesi Pemerintahan)
Penulis bukan ahli ekonomi, bukan pula
pengusaha, tapi sebagai bagian dari masyarakat, saya ingin mencoba mencurahkan
kegundahan dan mungkin juga kegundahan dari sebagian besar anda atas apa yang
terjadi pada Negeri tercinta yang kaya raya ini.
Ditengah hingar bingarnya pesta
demokrasi menjelang Pilpres 2014, jika kita simak memang visi misi capres hampir
semua mengusung tema utama kemandirian dan kedaulatan, termasuk didalamnya adalah
kedaulatan pangan dan
kemandirian dalam pengelolaan SDA. Walaupun saya dan mungkin juga anda masih bertanya apakah itu benar-benar keluar dari hati sanubari atau hanya sekedar retorika sebagai bagian dalam membangun opini positif untuk mendapatkan dukungan masyarakat? Saya tidak berani berspekulasi, namun faktanya selama beberapa dekade tetap saja bangsa ini belum mandiri secara utuh.
kemandirian dalam pengelolaan SDA. Walaupun saya dan mungkin juga anda masih bertanya apakah itu benar-benar keluar dari hati sanubari atau hanya sekedar retorika sebagai bagian dalam membangun opini positif untuk mendapatkan dukungan masyarakat? Saya tidak berani berspekulasi, namun faktanya selama beberapa dekade tetap saja bangsa ini belum mandiri secara utuh.
Kita bisa tengok, di sektor Energi dan
SD Mineral misalnya, sejak Negeri ini berdiri rasanya nyaris kekayaan alam
hanya sebagai ladang ekspolitasi asing, sepanjang sejarah pergantian
Pemerintahan kontrak ekspliotasi SDA terus
berlanjut. Inilah yang menjadi preseden
buruk bagi bangsa ini, sehingga siapapun Presidennya diprediiksi sulit untuk
keluar dari lingkaran setan ini, hanya Presiden yang mempunyai ketegasan, dan
keberanian untuk mendobrak kekuatan asing yang luar biasa besar itu. Figur
Pemimpin negara seperti Huge Chavez (Venezuela) yang berani memilih kebijakan
yang kontra negara kapitalis, hanya untuk menunjukan
bahwa bangsanya mampu mandiri dan berdaulat patut menjadi tauladan. Kita sangat
memimpikan Pimpinan kuat seperti ini, berani mengambil resiko untuk kebaikan
jangka panjang. Jika tidak, maka Kemandirian hanyalah mimpi, bangsa ini akan menderita
“koma” berkepanjangan, bangsa ini akan menderita pobia (ketakutan) dan hilang
percaya diri, sehingga akan dengan mudah menjadi budak bagi negara-negara
kapitalis.
Kita juga sering mendengar akhir-akhir
ini bagaimana isu ketahanan pangan (food
security) menjadi begitu strategis baik pada tataran global maupun nasional,
seiring peningkatan laju pertumbuhan penduduk yang seolah tidak terkendali yang
menuntut adanya pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi bagi masyarakat. Ada
sesuatu yang ironis, bagi penulis kebijakan ketahanan pangan menjadi hal mutlak
dalam upaya menjamin keberlanjutan kehidupan bangsa ini, namun sayangnya
langkah dalam memperkuat ketahanan pangan terkadang ditempuh melalui cara-cara
instan. Kebijakan importasi pangan sebagai barang kebutuhan pokok dan startegis
seringkali dianggap menjadi senjata ampuh sebagai solusi yang justru memicu
gejolak karena seringkali terjadi kesimpangsiuran data teknis terkait kondisi
supply yang sebenarnya, sehingga mungkin tidak salah kalau beberapa pengamat
ekonomi menyebut bahwa negeri ini sebenarnya telah dikendalikan para kartel.
Bagi penulis, di Indonesia yang nota bene sebagai negara yang kaya SDA, maka filosofi
ketahanan pangan harus diletakan dalam kerangka mendorong kedaulatan dan
kemandirian pangan dengan memberi ruang bagi masyarakat untuk berdaya.
Kebijakan ketahanan pangan dengan
mengesampingkan kedaulatan pangan, maka sebenarnya negeri ini secara psikologis
telah sakit. Lantas bagaimana mau bicara kedaulatan pangan kalau pada
kenyataannya masyarakat petani tidak diberi akses untuk mandiri? Bagaiamana mau
berdaulat pangan sementara sitem ekonomi sudah jelas mengarah pada sistem
liberal, dimana negara membiarkan sektor strategis dan menguasai hajat hidup
orang banyak begitu saja diserahkan terhadap mekanisme pasar? Padahal jelas-jelas
konstitusi negeri ini mengamanatkan adanya sebuah kemandirian ekonomi (lihat pasal
33 UUD 45). Ironis memang, dan kenyataannya ini terjadi pada sebuah negeri yang
kaya raya, SDA yang melimpah dan SDM yang sebenarnya berkualitas namun tidak
diberi ruang untuk berdaya.
Sektor
Pertanian dan Perikanan sebagai basis ketahanan pangan
Seluruh aspek kehidupan bangsa sangat
bergantung bagaimana ketahanan pangan mampu diperkuat, dimana jika kita bicara
ketahanan pangan, maka tidak akan bisa lepas dari peran dua sektor ini. Bayangkan
bagaimana nasib dan keberlanjutan bangsa ini kedepan jika aspek ini tidak
terpenuhi? Sehingga begitu strategisnya peran kedua sektor ini. Lantas, sudah
sejauhmana posisi negara untuk menjamin kemandirian dan kedaulatan sektor ini? Sudahkan
masyarakat produsen (petani/pembudidaya/nelayan) mandiri secara kuat dan
berdaulat?
Saya mungkin tidak akan bicara
kemandirian dan kedaulatan pangan jika kondisinya seperti di Singapura
misalnya.. tapi ini berbeda, disebuah negara yang kaya raya, yang disuguhi
begitu besar potensi SDA, potensi iklim, dan SDM. Akan sangat ironis, jika
masalah pangan saja kita harus mengemis dari negara lain? Sepanjang pemerintahan
kabinet Indonesia Bersatu misalnya, kita disuguhi polemik terkait masalah importasi
bahan pangan mulai dari bawang merah, bawang putih, beras, daging sapi, garam
dan lainya. Ironisnya, kebijakan instan seringkali menimbulkan polemik karena
tidak didukung oleh data kondisi supply
yang akurat. Gejolak seperti ini terus berulang dan pemerintah terkesan hanya
mengambil solusi instan untuk jangka pendek, bukan solusi untuk jangka panjang.
Ada dua faktor dalam rantai sistem
pemenuhan kebutuhan pangan, yaitu keterjaminan supply and demand.
Langkah instan dalam menjamin dua faktor tersebut mestinya mampu ditinggalkan
dengan mendorong solusi yang akan berpengaruh jangka panjang terhadap
kelancaran supply and demand.
Kebiijakan importasi pangan untuk menjamin ketersediaan stock, dan operasi pasar
untuk menstabilkan harga sesungguhnya tidak akan terjadi apabila akar
permasalahan yang terjadi pada kedua faktor diatas mampu diselesaikan dengan
baik.
Pertanyaannya, bagaimana mendorong
kemandiran dan kedaulatan pangan, sementara masyarakat produsen harus berjibaku
sendiri menghadapi ketidakstabilan usaha akibat adanya disparitas antara cost produksi yang tinggi dengan income
yang minim? Bagaimana keberlanjutan usaha bisa terjamin sementara tidak ada
dukungan terhadap penguatan kapasitas usaha? Dukungan permodalan dari
Pemerintah masih terkesan bagaimana menambah jumlah pelaku usaha baru
(mencetak), bukan memfasilitasi terhadap penguatan kapasitas usaha. Ditambah lagi
keberpihakan porsi alokasi anggaran untuk sektor ini masih sangat minim dalam
APBN. Skame kredit program yang
diluncurkan pemerintah seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada kenyataannya
belum terimplemntasi sesuai harapan masyarakat. Serapan KUR masih terkendala
penyediaan agunan yang masih memberatkan, ditambah image negatif (high risk)
yang masih melekat pada pihak perbankan terhadap usaha di sektor ini. Inilah
yang menyebabkan serapan KUR masih minim sampai saat ini.
Efesiensi produksi sebagai faktor
pendukung peningkatan kkapasitas usaha juga masih jauh dari harapan. Ini bisa
terlihat, berapapun tingkat produktivitas yang dihasilkan tetap saja masyarakat
belum merasakan margin keuntungan yang optmal bahkan lebih banyak rugi. Betapa
tidak, input produksi mulai dari pupuk, pakan, benih/bibit, dan sarana produksi
lainnya masih sulit, kalauppun ada tidak mampu menjamin efesiensi karena selalu
saja terjadi disparitas harga antara input produksi dengan harga jual hasil
produksi. Di Sektor Perikanan misalnya,
isu pakan sampai saat ini masih menjadi faktor penghambat dimana harga pakan seolah
semakin tidak terkendali mengikuti harga jual hasil produksi, padahal pakan memberikan
share hampir 60% terhadap cost produksi. Ironisnya, bahan baku pakan pada
kenyataannya masih impor, padahal kita punya potensi jika dikelola secara baik.
Upaya pemerintah dalam menyusun rancangan Perpres tentang Barang Kebutuhan Pokok
dan Strategis, sudah saatnya memasukan pakan sebagai barang penting yang harus
diintervensi pemerintah, apalagi perikanan saat ini menjadi sektor strategis.
Belum lagi masalah infrastruktur yang
kenyataannya belum secara optimal dibangun dengan baik, padahal ini penting
sebagai bagian dalam mendorong efesiensi produksi dan menjamin konektivitas supply and demand.
Oleh karena
itu, jika bicara supply, maka
satu-satunya jalan untuk menjamin ketersediaan stock adalah dengan meperkuat peran masyarakat produsen. Dalam kerangka
menjamin kedaulatan pangan, maka masyarakat produsen harus diposisikan sebagai
subjek pembangunan bukan objek. Sebagai subjek maka masyarakat produsen harus
diberi ruang seluas-luasnnya untuk mandiri melalui peran pemberdayaan.
Disinilah seharusnya Pemerintah memainkan peran sebagai regulator dan fasilitator
yang efektif. Kebijakan harus mampu menjamin dalam memberi ruang terhadap
kemudahan akses yang dibutuhkan oleh masyarakat produsen.
Saya dan masyarakat berharap bahwa pemerintahan
mendatang untuk serius mendorong terhadap kemandirian dan kedaulatan pangan,
yaitu: (i) intensifikasi harus didorong sebagai upaya meningkatkan
produktivitas dan hasil produksi yang berdaya saing dengan tetap menjamin
efesiensi usaha melalui informasi dan penerapan teknologi yang efektif; (ii)
jaminan keterjangkauan bagi penyediaan input
produksi seperti pupuk, pakan dan sarana produksi lainnya ; (iii) jangkauan
terhadap keberpihakan akses permodalan bagi penguatan kapasitas usaha; (iv)
infrastruktur mutlak harus segera dibangun dan dibenahi sebagai kunci dalam
menjamin efesiensi dan supply terhadap masyarakat konsumen. Gejolak pasar yang seringkali
terjadi salah satunya sebagai akibat tersendatnya supply akibat infrastruktur
yang buruk; (v) Kebijakan tata ruang (RTRW) yang memberiikan porsi besar
terhadap penggembangan sektor pertanian dan perikanan; (vi) pembatasan bahkan
penghentian terhadap alih fungsi lahan untuk industri; (vii) mendorong
pengembangan (ekstensifikasi) pertanian dan perikanan berbasis pemberdayaan
masyarakat; (viii) mendorong sisitem ekonomi gotong royong melalui pengembangan
kelembagaan (kelompok tani, lembaga keuangan mikro dll)) di sentral-sentral
produksi; (ix) meningkatkan daya beli masyarakat konsumen; dan (x) mendorong
perangkat pemerintah seperti BUMN untuk lebih berperan dalam rangka menjamin
kemudahan akses produksi bagi masyarakat produsen, dan menjamin ketersediaan
stok bagi masyarakat konsumen.
Suksesi Pemerintahan yang akan kita
jelang pada tahun ini, mudah-mudahan akan melahirkan Pemimpin yang tegas,
berani mengambil resiko untuk kebaikan jangka panjang, dan mampu menjamin
jalannya rantai sistem usaha sektor pertanian dan perikanan yang kuat, mandiri
dan berdaulat demi terwujudnya ketahanan pangan nasional. Semoga,..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar