PENTINGNYA
PENGUATAN KELEMBAGAAN
DALAM PENCAPAIAN
INDUSTRIALISASI PERIKANAN BUDIDAYA
Oleh : Cocon,
S.Pi*)
Industrialisasi perikanan yang saat ini menjadi jargon Kementerian
Kelautan dan Perikanan merupakan sebuah kebijakan strategis yang diharapkan akan
mampu mendorong jalannya siklus usaha perikanan budidaya secara berkelanjutan dan
menjadi penggerak bagi pilar pertumbuhan ekonomi nasional yaitu Pro-poor, Pro-job, Pro-growth, dan pro-eviroment.
Ada 3 (tiga) faktor kunci dalam konsep industrialisasi perikanan yaitu
peningkatan nilai tambah (value added),
efesiensi dan
daya saing (bargaining position), dimana ke-tiga faktor tersebut akan mampu mendorong terciptanya iklim usaha yang positif sebagai upaya dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Namun perlu diingat, bahwa konsep ini akan berjalan dengan baik jika seluruh aspek penggerak siklus aquabisnis mampu dibangun secara efektif. Pencapaian produksi dan kapasitas usaha akan mampu dicapai jika para pelaku utama maupun pelaku usaha secara ekonomi mampu mencapai titik optimal dari kelayakan usaha. Sedangkan kelayakan usaha tentunya sangat bergantung pada jalannya subsistem-subsistem yang saling berinteraksi mulai dari kegitatan di hulu (on farm) sampai kegiatan di hilir (off farm), hal ini karena keberadaan subsistem dalam siklus yang berjalan secara efektif akan mampu meningkatkan efesiensi produksi.
daya saing (bargaining position), dimana ke-tiga faktor tersebut akan mampu mendorong terciptanya iklim usaha yang positif sebagai upaya dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Namun perlu diingat, bahwa konsep ini akan berjalan dengan baik jika seluruh aspek penggerak siklus aquabisnis mampu dibangun secara efektif. Pencapaian produksi dan kapasitas usaha akan mampu dicapai jika para pelaku utama maupun pelaku usaha secara ekonomi mampu mencapai titik optimal dari kelayakan usaha. Sedangkan kelayakan usaha tentunya sangat bergantung pada jalannya subsistem-subsistem yang saling berinteraksi mulai dari kegitatan di hulu (on farm) sampai kegiatan di hilir (off farm), hal ini karena keberadaan subsistem dalam siklus yang berjalan secara efektif akan mampu meningkatkan efesiensi produksi.
Kebijakan strategis melalui industrialisasi perikanan budidaya, dinilai
oleh sebagian besar masyarakat perikanan sebagai langkah positif dalam upaya
mengembalikan kemandirian dan daya saing produk perikanan Indonesia di tataran
global, yang nota bene memiliki potensi perikanan budidaya terbesar di dunia,
namun minim pemanfaatan. Sudah saatnya potensi tersebut digali dan dimanfaatkan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Guna mewujudkan harapan mulia
tersebut, maka perencanaan sebelum implementasi perlu menjadi fokus perhatian
Pemeritah dengan melibatkan dukungan dan kerjasama sinergi dari seluruh stakeholders, sehingga program Industrialisasi
tidak terkesan program “kagetan”. Dalam hal ini penulis menekankan akan pentingnya penataan
“Kelembagaan” pada setiap kawasan pengembangan, mengapa,..? karena faktor
inilah yang seringkali diabaikan, sehingga konsep apapun seringkali terkendala
pada saat implementasi di lapangan.
Penguatan Kelembagaan sebagai kunci sukses
Kenapa Kelembagaan yang penulis tekankan, dan apa
pula hubungannya dengan siklus aquabisnis ? Menurut Hermanto dan Subowo, 2006
membedakan bahwa secara empiris kelembagaan dapat dibedakan, antara lain: (1)
kelembagaan sosial nonbisnis yang merupakan lembaga yang mendukung penciptaan
teknologi, penyampaian teknologi, penggunaan teknologi dan pengerahan
partisipasi masyarakat, seperti lembaga penelitian, penyuluhan, kelompok tani dan
sebagainya, dan (2) lembaga bisnis penunjang yang merupakan lembaga yang
bertujuan mencari keuntungan, seperti koperasi, usaha perorangan, usaha jasa
keuangan dan sebagainya. Kelembagaan sendiri mempunyai arti luas yang mencakup
aturan main, kode etik, sikap dan tingkah laku seseorang, organisasi atau suatu
sistem. Nah, ke-dua jenis kelembagaan inilah sesungguhnya yang harus menjadi
isyu penting dalam upaya menggerakan siklus aquabisnis rumput laut yang
berkelanjutan, jika kelembagaan ini mampu berjalan secara efektif sangat
mungkin permasalahan yang saat ini masih mendera tidak lagi menjadi penghambat
bagi keberlangsungan usaha dari para pelaku.
Melalui kelembagaan maka akan terbangun aturan yang memfasilitasi
koordinasi dan kerjasama, hak dan kewajiban anggota, mampu mengatur kode etik, membangun kontrak melalui pola kemitraan
yang berkelanjutan, informasi pasar dan teknologi, serta membangun link
pasar yang berkelanjutan. Pelaku yang tergabung dalam kelembagaan yang kuat
sudah sejatinya akan mempunyai pola pikir yang maju (visioner) serta mampu beradaptasi dalam menghadapi proses dinamika
kelompok.
Sejarah menunjukkan bahwa di negara-negara maju, kelembagaan yang baik
akan mampu mendorong tumbuh kembangnya kegiatan bisnis dan pembangunan secara
umum. Sudah bukan rahasia umum, bahwa usaha perikanan budidaya yang dikelola
dengan baik telah memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap pemenuhan
kebutuhan masyarakat baik sebagai modal ekonomi (economic capital) khususnya dalam penyediaan kebutuhan hidup, modal
alam (natural capital) dalam
penyediaan produk-produk primer, modal finansial (financial capital) pemenuhan kebutuhan akan keuangan, dan modal
sosial (social capital) sebagai
penyedia lapangan pekerjaan bagi masyarakat pesisir. Ke-lima modal diatas
tentunya akan mampu dicapai melalui kerjasama sinergi yang didasarkan oleh rasa
tanggungjawab (responsibility),
komitmen, kesamaan kebutuhan dan kepercayaan (trust).
Kelembagaan penunjang, misalnya koperasi yang dikelola secara
profesional pada kawasan pengembangan budidaya akan menjamin pergerakan rantai
pasok (suplly chain) pada setiap unit
produksi dengan begitu secara langsung akan mempengaruhi terhadap
peningkatan efektifitas dan efisiensi
jalannya siklus aquabisnis. Pada akhirnya satu-satunya jalan untuk mewadahi hal
tersebut di atas adalah melalui pengembangan kelembagaan, sehingga kelembagaan
mestinya sudah harus menjadi isyu penting dalam pengembangan industrialisasi
perikanan budidaya yang berkelanjutan. Sejatinya sebuah kelembagaan penunjang menjadi
unsur penting dalam menjamin perputaran mata rantai siklus aquabisnis. Koperasi
sebagai bentuk demokrasi ekonomi Indonesia telah terbukti mampu
menumbuhkembangkan pergerakan ekomoni masyarakat. Sayangnya, koperasi
dibeberapa daerah masih belum mewakili kebutuhan/kepentingan anggota, artinya Ruh koperasi belum tertanam dalam wadah
organisasi tersebut. Koperasi yang dikelola secara profesional akan menjamin
keberlanjutan usaha yang dijalankan oleh anggota karena secara langsung akan
berpengaruh terhadap peningkatan bargaining
position hasil produksi, jaminan kualitas, jaminan pasar dan stabilitas
harga. Gerakan Masyarakat Sadar Koperasi
yang dicanangkan oleh Kementerian Koperasi dan UMKM sangat positif dan perlu
diterapkan kuhsusnya pada kawasan industrialisasi perikanan budidaya.
Membangun kemitraan usaha yang berkelanjutan
Dalam hal ini penulis perlu
menekankan bagaimana kelembagaan menjadi
faktor penting dalam membuka peluang membangun kemitraan usaha yang bersifat
luas. Karena dalam aquabisnis sendiri interaksi antara subsistem/unit usaha
akan berjalan efektif jika pola kemitraan tersebut mampu dibangun secara kuat
dan berkelajutan. Dalam siklus aquabisnis peran kemitraan sendiri diibaratkan
sebagai “Bahan bakar” yang tentunya
akan mempengaruhi pergerakan semua sistem yang ada. Lalu kemitraan yang
bagaimana yang akan mampu menggerakan jalannya siklus tersebut,.? Menurut
Suwandi, 1995 mendefinisikan bahwa Kemitraan Agrobisnis adalah hubungan bisnis
usaha sektor pertanian yang melibatkan satu atau sekelompok orang atau badan
hukum dengan satu atau sekelompok orang atau badan hukum dimana masing-masing
pihak memperoleh penghasilan dari usaha bisnis yang sama atau saling berkaitan
dengan tujuan terciptanya keseimbangan, keselarasan, dan keterpaduan yang didasari
rasa saling menguntungkan, memerlukan dan saling melaksanakan etika bisnis.
Jika penulis kaitkan dengan usaha perikanan budidaya, maka sejatinya kemitraan
usaha tersebut adalah hubungan antara perusahaan mitra dengan pelaku utama
(pembudidaya) dalam meningkatkan efektifitas, efesiensi dan produktifitas
diseluruh subsistem aquabisnis sehingga tercipta nilai tambah dan daya saing
produk perikanan budidaya yang dihasilkan.
Hasil identifikasi pada beberapa kawasan pengembangan budidaya,
khususnya budidaya udang, hampir secara umum keberhasilan budidaya disebabkan
oleh adanya pola kemitraan yang dibangun, dalam hal ini perusahaan pakan ikan.
Tengok, misalnya konsep yang diberi nama “kampung vaname” pada
kawasan-kawasan budidaya udang di Pantura Jawa, telah secara nyata membawa
keberhasilan yang cukup menggembirakan. Konsep kemitraan yang dilandasi rasa
tanggung jawab dalam hubungan saling menguntungkan, sudah barang tentu akan
membuahkan keberhasilan yang dirasakan bersama. Bagi penulis konsep ini, sangat
baik dan telah membuktikan keberhasilannya, sehingga implementasi
industrialisasi perikanan budidaya khususnya industrialisasi udang sudah
sewajarnya melakukan adopsi terhadap konsep tersebut, atau bahkan melibatkan
secara langsung pihak swasta (perusahaan pakan) yang mempunyai konsep maupun
SOP yang jelas dan telah terbukti berhasil.
Pemerintah dalam hal ini pun menyadari bahwa ada keterbatasan
sumberdaya dalam melakukan implementasi kebijakan industrialisasi perikanan,
sehingga perlu membuka diri bagi keterlibatan pihak-pihak terkait khususnya
pihak swasta, perbankkan, perguruan tinggi dan organisasi perikanan serta stakeholders lain dalam melaksanakan dan
mengawal secara langsung pelaksanaan industrialisasi perikanan budidaya,
terlebih program ini membutuhkan perencanaan dan sumberdaya baik materi maupun
non materi yang tidak sedikit. Menyadari keterbatasan tersebut, pemerintah juga
dapat mengambil langkah dengan mendorong pengembangan program kemitraan yang
melibatkan perusahaan-perusahaan besar maupun BUMN melalui program CSR (Corporate Social Responsibility).
CSR sebagai manifestasi peran
pihak perusahaan dalam upaya pemberdayaan masyarakat lokal memang menjadi sebuah
keharusan sebagai bentuk tanggung jawab moral yang harus secara langsung
dirasakan oleh masyarakat sekitar. Pengembangan program kemitraan dengan pola
CSR ini dapat dilakukan dalam berbagai pola, seperti community development, Peningkatan
kapasitas, promosi produk, bahkan perkuatan permodalan bagi Usaha Mikro dan Kecil. Pada beberapa kasus, program CSR telah secara
nyata mampu mendukung dan memperkuat Usaha Kecil dan Menengah (UMKM), sehingga
ke-depan perusahaan-perusahaan besar maupun BUMN harus dilibatkan dalam turut
serta menopang kegiatan usaha perikanan budidaya.
Dalam upaya mendorong pengembangan kemitraan, maka pemerintah harus
melakukan langkah-langkah, antara lain : a) Memfasilitasi/mengadvokasi
pengembangan kemitraan, serta mengeluarkan kebijakan dalam mendorong program kemitraan;
b) Melakukan pengawalan, dan penerapan kebijakan secara konsisten baik di
tingkat pusat maupun daerah; c) Memberikan reward
bagi perusahaan yang berprestasi dalam
mengembangkan dan memperkuat UMKM
Memperkuat Peran Pendampingan dan Penyuluhan di Daerah
Pola-pola kemitraan serupa hendaknya sudah mulai dikembangkan di sentra
kawasan pengembangan industrialisasi perikanan budidaya. Peran pendampingan dan
penyuluhan yang profesional sangat dituntut dalam membangun kelembagaan yang
kuat dan mandiri. Penyuluh bukan hanya sekedar menampung permasalahan yang ada,
tetapi penyuluh profesional seyogyannya mampu menjadi, mitra, motivator, fasilitator dan dinamisator
bagi pelaku utama. Peran advokasi dari penyuluh sangat diharapkan dalam
membangun sebuah kelembagaan yang profesional di kawasan pengembangan budidaya.
Akhirnya, semoga kebijakan strategis dan mulia ini akan mampu
diimplementasikan dengan baik melalui kerjasama sinergi dan tanggungjawab dari
seluruh stakeholders, sehingga pada
akhirnya akan mampu mewujudkan kemandirian dan daya saing perikanan budidaya
demi kesejateraan masyarakat.
*) Analis
Budidaya Perikanan, Direktorat Produksi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar