MENGHADAPI TANTANGAN BISNIS PERUDANGAN NASIONAL
Lampung – Bisnis
perudangan nasional dihadapkan pada sebuah tantangan yang cukup besar, disatu
sisi produksi udang nasional terus menunjukan trend positif, namun disisi lain
fenomena menurunya harga udang di tingkat pembudidaya serta indikasi menurunya demand di hilir menyebabkan cukup
terganggunya siklus bisnis udang nasional. Salah satu penyebab yang
teridentifikasi adalah karena belum terbangunya persepsi dan orientasi bisnis
di hulu dengan di hilir. Ini terlihat dari SCI dan AP5i
yang belum mampu
membangun kesepakatan terkait tindaklanjut fenomena bisnis perudangan nasional
saat ini.
Komisi Udang Indonesia (KUI) baru-baru ini telah menginisiasi adanya
pertemuan melalui Focus Group Discussion
(FGD) yang difasilitasi Ditjen Perikanan Budidaya. Pertemuan ini dimaksudkan
dalam rangka membangun kesepakatan dan menentukan tindak lanjut atas
permasalahan yang dihadapi industri udang nasional, terutama dalam menyikapi
persaingan perdagangan udang dunia. Perwakilan stakeholders hadir pada acara FGD ini antara lain Pemerintah, SCI,
AP5i, Pakar,dan pembudidaya serta pihak lainnya.
Dalam menanggapi kondisi kekinian
bisnis perudangan nasional, Perwakilan Shrimp
Club Indonesia (SCI) Frans, menyampaikan bahwa saat ini secara umum terjadi
penurunan harga udang. Menurut Frans, dengan turunya harga udang dan disatu
sisi harga sarana produksi yang belum seragam dan cenderung naik, secara
langsung mempengaruhi margin keuntungan. Pelaku/unit pembudidayaan udang
terkendala oleh sulitnya memasarkan udang sesuai yang diharapkan. Menurutnya,
saat ini hanya 5 packer yang
melakukan pembelian udang, sehingga menyebabkan tersendatnya rantai tata niaga
udang.
Dilain pihak Robert dari AP5i
menyanpaikan bahwa sedikitnya ada 2 (dua) faktor yang menjadi penyebab
terjadinya penurunan harga udang nasional dan tersendatnya demand, yaitu : pertama, saai ini terjadi over stock udang pada negara-negara importir seperti Amerika
Serikat, kondisi ini disebabkan salah satunya adalah masuknya produk udang asal
India yang mulai mendominasi pasar Amerika. Faktor kedua, menurutnya industri
mengalami keterbatasan dana untuk melakukan pembelian langsung, untuk itu AP5i
menawarkan pembelian dengan tempo berdasarkan size dan harga yang disepakati.
Ditambahkan Johan, bahwa ketidaksepahaman terkait standar ukuran (size) udang
yang diinginkan pihak AP5i menyebabkan posisi tawar dan daya saing udang kurang
maksimal di negara-negara importir. Menurutnya, saat ini pangsa pasar udang di
negara-negara buyer adalah sze 60-70. “ Pembudidaya mestinya lebih mendorong
terhadap hasil produksi sesuai permintaan buyer sehingga ada kesepahaman
terkait orientasi harga dengan standar size yang diinginkan”, Jelas Johan yang
juga mewakili AP5i. Bahkan Thomas Darmawan Ketua AP5i secara terang-terangan
meminta Pemerintah untuk juga mendorong agar UPI mendapat akses penguatan
permodalan. “Industri atau UPI juga harus di-revitalisasi agar mampu tumbuh dan
maju”, tambah Thomas.
Menarik apa yang disampaikan Dr.
Sukenda yang telah beberapa kali bolak balik ke negara India, bahwa saat ini yang menjadi the
real enemy persaingan udang dunia adalah India. Menurutnya, Ada beberapa
hal yang diilakukan India dalam mendorong industri budidaya udang yang
berkelanjutan, yaitu : (i) Ada 2 Kementerian yang menjadi otoritas kompeten
yaitu Kementerian Pertanian dan Kementerian Perikanan. Dan fokus salah satunya
pada pengembangan industri perudangan; (ii) Untuk kepentingan sustainabality India lebih mendorong
budidaya udang dengan teknologi semi intensif dengan kisaran 60 ekor/m2 yang
dituangkan dalam sebuah regulasi perizinan; serta (iii) pemerintah India Kemudahan
terkait perizinan usaha pembudidayaan udang.
Tingginya harga pakan juga sangat
dikeluhkan pembudidaya, sehingga sangat berpengaruh terhadap margin keuntungan
yang didapat, ditambah lagi dengan harga udang yang mulai turun. Menanggapi
keluhan pembudidaya, Ketua Divisi Aquaculture GPMT Denny Indrajaya,
menyampaikan bahwa memang kondisi tersebut cukup dilematis. Tingginya harga
pakan yang dirasakan oleh pembudidaya, dipicu oleh semakin tingginya biaya
produksi pakan. Permasalahan utama adalah bahan baku pakan terutama tepung ikan
dan tepun terigu yang masih impor. Kondisi ini karena kedua bahan baku tersebut
belum bisa dipenuhi di dalam negeri.
Atas kondisi permasalahan di atas, forum
menyepakati beberapa rekomendasi yaitu : (i) Mendorong kesepahamaan dan trust
building antara hulu dengan hilir. Kesepahaman terkait suplly yang
mempunyai daya saing dan posisi tawar (harga yang reasonable) dan demand sesuai standar (ukuran/size) yang sesuai
keinginan negara buyer harus didorong sehingga ada kesamaaan pendekatan
orientasi yang pada ujungnya akan menjamin siklus bisnis perudangan yang
berkesinambungan; (ii) Perlunya mem-follow
up kesepakatan-kesepakatan pertemuan sebelumnya (saatnya implementasi);
(iii) Perlunya membangun model pengembangan industri udang yang terintegrasi
(hulu ke hilir) termasuk didalamnya model tata niaga yang efektif dan
terintegrasi dengan baik; (iv) Mendorong terselenggarannnya informasi terkait
ketersediaan stok, harga dan pasar yang dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini
akan mempermudah dalam memetakan suplly
and demand; (v) Perlunya mendorong adanya sistem resi gudang dengan
mendorong BUMN untuk menjamin ketersediaan stok, dan menjamin pasar/pembeliaan
pada saat industri nasional tidak mampu membeli (sistem yang telah dilakukan
oleh Bulog pada komoditas pertanian); (vi) dan Perlunya membangun Market Intelligance, sehingga akan mudah
untuk memetakan terkait suplly and demand
Komisi Udang
Indonesia dan Kementarian Kelautan dan Perikanan sepakat untuk melakukan
tindaklanjut terhadap hasil rekomendasi, antara lain yaitu : (a) Mengefektifkan
operasional pinsar sebagai perangkat dalam memfasilitasi interaksi antara hulu
dengan hilir. Mendorong informasi pinsar yang lebih lengkap, up to date dan kredibel; (b) Segera
menyusun action plan yang lebih konkrit dalam menjamin tanggungjawab dan
sinergisitas antar stakeholders
terkait. Action plan akan dinisiasi
oleh Komisi Udang Indonesia (KUI); dan (c) Membentuk Task Force Komisi Udang Indonesia, dengan tugas utama adalah
menyusun action plan perudangan
Indonesia yang lebih konkrit. Anggota Task
Force beranggotakan sebanyak 5 orang antara lain KUI (Agus Somamiharja,
Sukenda); AP5I (Hantowo Tjia), GPMT (Aris); SCI (Frans). Dimana Tim segera
melakukan pertemuan lanjutan yang akan difasilitasi oleh Ditjen Perikanan
Budidaya. (CCN-Dit Produksi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar