Tol Laut dan Pergerakan Ekonomi Lokal
Oleh :
Cocon S, S.Pi
Visi
Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan
Indonesia sebagai poros maritim dunia nampaknya mulai gencar dilakukan, salah
satu program pendukung yang tengah menjadi fokus adalah implementasi
pengembangan “tol laut”. Konsep tol laut
sendiri menurut Bappenas adalah konektivitas laut yang efektif berupa adanya
kapal yang melayari secara rutin dan terjadwal dari barat sampai ke timur
Indonesia. Dalam RPJMN 2015-2019 pengembangan tol laut akan difokuskan dengan
mambangun masing-masing 24 pelabuhan strategis pendukung tol laut, 5 pelabuhan hub, 19 pelabuhan feeder. Tujuan intinya adalah
menjamin konektivitas antar daerah yang pada akhirnya akan mampu menjamin
efesiensi melalui pengurangan biaya logistik. Konsep ini sangat strategis
mengingat salah satu masalah dalam implementasi sistem logistik nasional adalah
masalah konektivitas, sedangkan dalam hal siklus bisnis yang sering dikeluhkan
para pelaku usaha di Indonesia adalah inefesensi sebagai akibat tingginya biaya
logistik. Bisa dibayangkan, bagaimana biaya transportasi hasil produksi dari
sumber menuju pusat Industri/pasar dalam negeri nilainya jauh lebih tinggi jika
dibandingkan dengan ekspor langsung ke China misalnya. Disisi lain, bicara daya
saing, menurut The Global
Competitiveness Index (GCI) tingkat daya saing Indonesia masih relatif rendah
bila dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya seperti Singapura, Malaysia,
Brunei, dan Thailand. Faktor utama yang mempengaruhi daya saing tersebut adalah
karena buruknya infrastruktur. Tentunya ini perlu menjadi catatan penting untuk
menngukur dan mempersiapkan diri menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015
yang akan mulai pada tahun depan.
Yang
menjadi catatan adalah bahwa program “ tol laut” tidak boleh hanya berhenti
pada tataran bagaimana menjamin konektivitas, distribusi logistik, dan
mobilisasi penduduk, namun yang terpenting adalah bagaimana konsep ini secara
langsung mampu menggerakan ekonomi lokal khususnya pada daerah-daerah yang
mempunyai basis sumberdaya alam yang nota bene tersebar pada kawasan-kawasan
terpencil di Indonesia bagian Timur. Terlepas dari seberapa kekuatan Indonesia
untuk menjadi poros maritim dunia, namun yang terpenting adalah bagaimana upaya
optimalisasi pemanfaatan nilai ekonomi sumberdaya kemaritiman yang nilainya
mencapai 2.000 trilyun itu. Ingat sejak era sentralistik sampai era
desentralisasi seperti saat ini, hampir seluruh perputaran uang, sumberdaya
manusia (terdidik dan terampil), dan kebutuhan logistik terkonsentrasi di
pusat-pusat kota besar (industri), sementara daerah yang notabene merupakan
basis sumberdaya alam hanya menjadi objek eksploitasi dan justru menjadi daerah
yang seolah tidak menarik bagi masuknya investasi karena keterbatasan akses. Itulah
sebabnya daerah-daerah tersebut kondisinya sangat memprihatinkan.
Program
“tol laut” seyogyanya harus menjadi media bagi terwujudnya sebuah pemerataan
pertumbuhan ekonomi bagi daerah-daerah yang menjadi basis sumberdaya. Oleh
karena itu, Pemerintah saat ini mestinya juga fokus untuk menggarap potensi
yang ada yaitu melalui pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi pada
kawasan-kawasan strategis yang berbasis pada optimalisasi pemanfaatan
sumberdaya alam yang menjadi unggulan/potensi daerah, dimana tol laut menjadi
unsur pendukung dalam mewujudkan efesiensi melalui jaminan konektivitas dan distribusi
hasil produksi unggulan daerah. Sudah saatnya investasi didorong pada
sektor-sektor yang berbasis sumberdaya alam, dengan sedapat mungkin
mengandalkan investasi dalam negeri bukan dominasi investasi asing, dimana daerah
ditempatkan bukan hanya sebagai objek sumberdaya tanpa nilai tambah, namun
harus didorong melalui pembangunan mulai dari infrastruktur, industri berbasis
produksi sumberdaya unggulan, pemberdayaan masyarakat lokal, serta unit-unit
penunjang lainnya sebagai sebuah sistem terintegrasi yang mampu menjamin siklus
bisnis ekonomi yang efektif, dengan begitu pada akhirnya akan mampu
mengggerakan ekonomi lokal. Sumberdaya alam yang dihasilkan harus diproduksi
dan dirasakan nilai tambahnya oleh masyarakat lokal. Itulah sejatinya makna kekuatan
ekonomi yang sebenarnya yaitu ada jaminan bagi pemerataan ekonomi yang
berkeadilan di berbagai daerah tanpa terkecuali.
Poros
maritim harus dimulai dengan menggerakan roda perekonomian terutama pada
daerah-daerah yang menjadi bagian muka negeri ini. Kita ambil contoh misalnya, Kabupaten Pulau
Morotai yang tepat berada di bibir Samudera Pasifik, mempunyai nilai strategis
ekonomi SD Kelautan dan Perikanan yang luar biasa besar (Perikanan, Parawisata)
yang sangat potensial menjadi pintu gerbang kawasan ekonomi bagian timur karena
lokasinya yang sangat strategis berbatasan langsung dengan negara-negara
Pasifik. Disamping itu, secara geopolitik kawasan ini sangat strategis sebagai
basis kekuatan pertahanan keamanan Indonesia. Untuk itu, Pemerintah seharusnya
tidak boleh merasa sungkan untuk segera mengimplementasikan program kebijakan
yang telah dicanangkan Pemerintahan era sebelumnya. Program Kebijakan
pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) pada kawasan-kawasan strategis
nasional, seperti di Kepulauan Morotai, mestinya kembali harus didorong dengan
langkah-langkah yang lebih implementatif sejalan dengan visi Pemerintah dalam
mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.
Penulis :
Analis pada Ditjen
Perikanan Budidaya KKP
Sedang menempuh Program Magister Enviromental Science
Tidak ada komentar:
Posting Komentar